
![]() |
Prof. Dr. Tgk. H. Muhammad Yasir Yusuf, MA (Penceramah Masjid Raya Baiturrahman) |
Kita mendapatkan kabar, sekaligus perlu melakukan refleksi terkait arah baru pembangunan ekonomi nasional yang dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yakni pembentukan Koperasi desa Merah Putih secara masif di seluruh Indonesia. Program ini menargetkan pembentukan sekitar 80.000 koperasi, satu di setiap desa. Pencanangannya dijadwalkan pada bulan Juli 2025 sebagai bagian dari strategi pemerataan ekonomi berbasis komunitas akar rumput.
Aceh sebagai daerah yang memiliki kekhususan dalam penerapan syariat Islam telah lebih awal merespons program ini dengan pembentukan sekitar 6.500 Koperasi Desa Merah Putih di desa-desa (gampong). Ini menunjukkan antusiasme dan kesiapan masyarakat Aceh mengambil bagian dalam program strategis nasional tersebut.
Kita patut garis-bawahi adanya kebutuhan mendesak meninjau aspek kesesuaian syariah dari sistem koperasi ini. Pertanyaan yang muncul dari umat, apakah Koperasi Desa Merah Putih dapat dikategorikan sebagai koperasi syariah? Karena belum ada penjelasan rinci mengenai struktur akad, mekanisme pinjaman, dan bentuk transaksi, maka statusnya masih bersifat umum dan belum tentu sejalan dengan prinsip-prinsip muamalah Islam.
Atas dasar ini, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh telah menginisiasi dialog dan musyawarah dengan Pemerintah Aceh untuk memastikan pelaksanaan koperasi di Aceh akan mengikuti prinsip-prinsip syariah. Hal ini sesuai dengan kekhususan Aceh sebagai daerah yang diberi wewenang menerakan syariat Islam secara formal melalui Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Salah satu aspek krusial adalah, Koperasi Desa Merah Putih akan digerakkkan oleh masyarakat desa (gampong) dan mendapatkan modal awal dari pemerintah pusat sebesar Rp3 hingga Rp5 miliar. Modal ini disalurkan dalam bentuk pinjaman yang dikelola oleh bank yang ditunjuk. Di sinilah letak perhatian kita, jika pinjaman ini mengandung bunga (interest), maka hal tersebut termasuk dalam kategori riba yang dilarang dalam Islam.
Allah Swt berfirman: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
(QS. Al-Baqarah: 275). Larangan riba ditegaskan pula dalam hadis Rasulullah saw: “Rasulullah melaknat pemakan riba, pemberi riba, pencatatnya, dan dua orang saksinya.” (HR. Muslim).
Koperasi dalam Islam harus dikembangkan dengan sistem yang adil dan bebas dari eksploitasi. Dalam konteks ini, bentuk kerja sama yang diperbolehkan antara lain akad musyarakah (kerja sama antar pemilik modal) dan mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dan pengelola usaha). Dengan akad seperti ini, keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati dan kerugian ditanggung secara proporsional, bukan berdasarkan bunga tetap sebagaimana dalam sistem konvensional.
Prinsip syariah tidak sekadar menjauhi riba, tetapi juga membangun sistem ekonomi yang berlandaskan kejujuran, keadilan, dan kebersamaan. Prinsip ini sejalan dengan semangat koperasi, yakni asas kekeluargaan dan gotong royong.
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya jual beli itu atas dasar suka sama suka.”
(HR. Ibnu Majah). Ini artinya, setiap transaksi ekonomi dalam Islam harus dilandasi dengan kerelaan dan transparansi antara para pihak. Tidak boleh ada unsur penipuan (gharar), manipulasi, atau pemaksaan.
Karena itu, dalam koperasi diharuskan pembentukan Badan Syariah atau Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang berfungsi memberikan panduan dan mengawasi aktivitas koperasi agar sesuai dengan maqashid syariah (tujuan utama syariah), yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Dengan model koperasi berbasis syariah, masyarakat desa dapat diberdayakan secara ekonomi tanpa harus terjerumus dalam sistem ekonomi yang menindas. Koperasi semacam ini juga menjadi instrumen strategis dalam pengentasan kemiskinan, peningkatan akses modal usaha mikro, dan penguatan ekonomi berbasis komunitas.
Karena itu, masyarakat Aceh perlu mendukung program Koperasi Desa Merah Putih dengan semangat partisipatif, namun tetap kritis dan cermat agar Koperasi desa Merah Putih benar-benar menjadi model ekonomi umat yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Jika pengelolaannya dilakukan dengan benar dan sesuai syariah, maka koperasi ini akan membawa keberkahan dan menghindarkan kita dari krisis sosial ekonomi di masa mendatang.
Kita juga harus ingatkan bahwa koperasi syariah itu didasarkan pada legalitas formal yang menyatakan Koperasi Desa Merah Putih adalah koperasi syariah, adanya DPS yang memastikan pengawasan aktifitas koperasi bersesuaian dengan syariah, dan aktifitas koperasi dipastikan sesuai aturan syariah yang dikeluarkan oleh DSN MUI.
(Disarikan oleh Darmawan Abidin dan Sayed M. Husen dari Ceramah Subuh di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Rabu, 18 Juli 2025).