
Prof. Dr. Tgk. H. Muhammad Yasir Yusuf, MA (Wakil Rektor 1 Uin Ar-Raniry/Ketua Yayasan Wakaf Haroen Aly) |
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah
Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Kaya lagi Maha Pemberi Rezeki. Dengan
keagungan-Nya, Allah membagi rezeki kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan
dengan kebijaksanaan-Nya pula Dia menyempitkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
sang teladan dalam kesabaran dan keyakinan atas takdir Allah, juga kepada
keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang istiqamah di jalan kebenaran hingga
hari akhir.
Jama'ah Jumat yang dimuliakan Allah,
Pada hari ini, khatib ingin mengangkat
tema penting dan relevan bagi kehidupan kita saat ini, yaitu: Paradigma
Mudah dan Susahnya Dalam Mencari Rezeki (sebagai Sebuah Refleksi Hijrah
Financial). Tema ini didasari oleh kisah nyata yang sempat khatib baca di
media social. Dialog seorang anak dengan ibunya, si anak sedang menuntut ilmu
di luar negeri dan merasakan limpahan dan kemudahan menacari rezeki di sana.
Ketika dia diminta ibunya untuk pulang ke tanah air, ia berkata, "Rezekiku
lebih baik di luar negeri." Sang ibu menjawab dengan kalimat yang
menyentuh hati: "Apakah Tuhan di luar negeri berbeda dengan Tuhan di
Indonesia?" Kalimat sederhana namun sangat mendalam itu menggugah hati
si anak hingga ia memutuskan pulang. Dan ternyata, setelah kembali, ia mengakui
bahwa rezeki di Jakarta tidak lebih buruk daripada di luar negeri.
Kisah ini menjadi cermin bagi kita
semua. Bahwa sesungguhnya, rezeki itu bukan soal tempat, bukan soal siapa kita,
tetapi soal siapa yang mengaturnya: Allah Rabbul 'Alamin.
Allah Ta'ala berfirman dalam QS. Saba': 36:
قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
"Katakanlah, “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasinya (bagi siapa yang Dia kehendaki), akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
Dalam Tafsir As-Sa'di, ayat ini
dijelaskan bahwa rezeki itu tidak bergantung pada keahlian semata, atau lokasi
tempat tinggal, melainkan sepenuhnya berada di bawah kendali dan kehendak
Allah. Maka, saat seseorang merasa rezekinya sempit atau tertahan, tidak
semestinya ia menuduh tempat atau keadaan, tetapi justru perlu meninjau kembali
hubungan dirinya dengan Allah.
Jama'ah yang dirahmati Allah,
Hijrah dalam Islam bukan sekadar berpindah tempat dari Mekkah ke Madinah.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda pada saat Fathul Makkah:
لَا هِجْرَةَ
وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ
"Tidak ada hijrah lagi setelah
penaklukan Mekkah, tetapi yang ada adalah jihad dan niat." (HR. Bukhari:
2848)
Ini memberi kita pemahaman bahwa
hijrah itu bukan hanya fisik, tetapi juga paradigma: berpindah dari pemikiran
bahwa rezeki hanya dari luar negeri menuju keyakinan bahwa rezeki adalah urusan
Allah, di mana pun kita berada. Rezeki bukan karena kita curang, korupsi atau
menghalalkan segala cara dalam bekerja, tapi kita meyakini bahwa rizki itu
adalah keputusan Allah SWT. Selama kita berikhtiar sesuai standar yang Allah
kehendaki, maka mudah bagi ALlh menghadirkan rizki kepada kita.
Mari kita ambil ibrah dari kisah Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam. Dalam QS. Ibrahim: 37, Nabi Ibrahim berdoa:
رَبَّنَا إِنِّي
أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادِ غَيْرِ ذِرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ...
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku
telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai
tanam-tanaman di dekat rumah-Mu yang dihormati..." (Ibrahim: 37)
Apa yang menjadi kekuatan Ibrahim? Keyakinan.
Bahwa lembah gersang pun bisa menjadi tempat rezeki bila Allah menghendaki.
Maka, ia memohon agar anak cucunya mendirikan shalat dan Allah memberikan
rezeki dari buah-buahan.
Lalu bagaimana cara agar Allah
melapangkan rezeki kita? Inilah beberapa hal yang harus kita renungkan dan
amalkan:
1. Ikhtiar yang Halal, Serius dan
Fokus
Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 168:
"Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan."
Dan juga dalam QS. Al-Baqarah ayat 172:
"Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah."
Bekerja adalah sunnatullah. Tidak ada hasil tanpa usaha. Dalam QS. An-Najm ayat 39:
"Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya."
Islam tidak mengajarkan umatnya menjadi pemalas. Bahkan Rasulullah SAW bersabda:
"Sebaik-baik makanan adalah dari hasil usahanya sendiri."
2. Mendekatkan Diri
Kepada Allah dengan Ketaatan
Dalam doa Nabi Ibrahim yang disebutkan sebelumnya, ia tidak hanya meminta rezeki, tetapi memulai dengan permohonan agar keturunannya mendirikan shalat. Karena ia paham bahwa keberkahan rezeki dimulai dari ketaatan. Dalam QS. Al-A'raf ayat 96:
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi."
Ketika masyarakat semakin jauh dari
Allah, keberkahan pun dicabut. Banyak harta tetapi tidak cukup. Banyak
pemasukan tetapi boros dan hilang arah.
3. Berpikir Optimis, Strategis, dan Penuh Harapan
Nabi Ibrahim menunjukkan optimisme
yang luar biasa. Di tanah gersang, ia tidak mengeluh. Ia justru berdoa, dan
menyusun strategi spiritual dan sosial:
- Meminta Allah menjadikan tempat itu dicintai manusia (aspek sosial
dan investasi)
- Meminta Allah memberikan rezeki dari buah-buahan (aspek ekonomi dan produksi)
Ini adalah contoh visioner yang patut
kita teladani.
4. Tidak Putus Asa dan Tetap Tawakal
Dalam QS. Az-Zumar: 53:
"Katakanlah: Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah."
Begitu pula dalam QS. At-Talaq: 2-3:
"Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya."
5. Berdoa dan Bersyukur
Allah berjanji dalam QS. Ibrahim: 7:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu."
Syukur membuka pintu rezeki. Doa
mempercepat datangnya pertolongan. Maka perbanyaklah istighfar, dzikir, dan
sedekah. Itu semua adalah magnet rezeki.
Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah,
Marilah kita ubah paradigma kita.
Rezeki bukan soal negeri, tapi soal niat, usaha, dan tawakal. Mari kita
tanamkan dalam hati bahwa Allah adalah Rabb di mana pun kita berada. Jika kita
bertakwa dan bersyukur, maka Allah akan buka pintu-pintu keberkahan.
Akhirnya, marilah kita akhiri khutbah ini dengan memohon kepada Allah
agar memberikan kita rezeki yang halal, cukup, dan penuh berkah, serta
menjauhkan kita dari rezeki yang syubhat dan haram.