
![]() |
Haris Darmawan, ST.,MT (Ketua Dept Kajian Strategi dan Advokasi RMRB Aceh) |
Momentum 1 Muharram dalam kalender Hijriyah bukan
sekadar seremoni tahunan, melainkan titik refleksi historis dan spiritual umat
Islam. Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah menjadi simbol
transformatif yang mengubah wajah peradaban. Hijrah adalah representasi dari
keberanian mengambil keputusan strategis demi perbaikan sistem sosial,
spiritual, dan politik umat. Dalam konteks kekinian, nilai-nilai hijrah harus
direinterpretasi secara kritis dan aplikatif, terutama oleh generasi muda yang
berada di garis depan perubahan.
Makna hijrah hari ini tidak lagi terbatas pada
mobilitas geografis, melainkan meluas pada mobilitas mental, spiritual, dan
sosial. Ini adalah proses transisi dari kondisi stagnan menuju fase produktif
dan progresif. Dalam terminologi kontemporer, hijrah bisa dimaknai sebagai
upaya dekonstruksi terhadap kebiasaan destruktif menuju konstruksi nilai-nilai
baru yang lebih berintegritas dan visioner. Pemuda sebagai aktor utama dalam
demografi Indonesia, memegang peran kunci dalam menggerakkan perubahan
tersebut.
Pemuda masjid hari ini harus memiliki paradigma
baru. Tidak cukup hanya hadir sebagai partisipan kegiatan keagamaan, tetapi
harus tampil sebagai inisiator, kreator, dan inovator. Masjid harus
direvitalisasi menjadi ruang publik yang produktif – bukan hanya tempat ibadah
ritual, tapi juga pusat pengembangan literasi keislaman, inkubasi kepemimpinan,
hingga laboratorium sosial yang menyentuh isu-isu kemanusiaan dan keadilan.
Pemuda harus menjadi jembatan antara nilai-nilai Islam dengan tantangan zaman
digital yang terus berkembang.
Berbekal kapasitas intelektual, akses teknologi,
dan semangat kolaboratif, pemuda memiliki semua instrumen untuk menjadi agent of change. Namun, dibutuhkan
kesadaran kolektif untuk menjadikan hijrah sebagai pijakan perubahan, bukan
hanya slogan. Tahun Baru Islam adalah momentum untuk meng-upgrade peran: dari penonton perubahan menjadi arsitek peradaban.
Kita sedang hidup di tengah era disrupsi, di mana
nilai-nilai lama ditantang oleh realitas baru. Di sinilah pemuda masjid harus
hadir dengan pendekatan segar – membumikan ajaran Islam dengan bahasa kekinian,
membangun program yang solutif, dan menciptakan ekosistem yang suportif bagi
generasi muda lainnya. Ini bukan sekadar soal dakwah, tapi tentang membangun
narasi Islam sebagai kekuatan sosial yang mampu menjawab problematika
masyarakat modern.
Hijrah hari ini berarti berani move on dari zona nyaman, membebaskan
diri dari mentalitas reaktif menuju sikap proaktif. Tahun Baru Islam bukan
hanya tentang mengingat sejarah, tapi menulis ulang masa depan. Sebab perubahan
tidak terjadi karena usia, tapi karena kesadaran. Dan pemuda yang sadar adalah
mereka yang menjadikan masjid sebagai pusat energi, bukan sekadar simbol
tradisi. Hijrah milenial bukan sekadar perpindahan, tapi transformasi. Dan
dalam transformasi itu, pemuda bukan hanya bagian dari cerita, tapi penulis
utamanya.