
![]() |
Dr. Tgk. H. Abd Razak, Lc.,MA
(
Definisi iman yang selaras menurut Al-Asy’ari dapat
diperoleh penjelasan yang dikatakan oleh Asy-Syahrastani dalam kitabnya
al-Milal wan Nihal.
في كتابه "الملل والنحل" يرى الشهرستاني أن الإيمان يزيد
بالطاعات وينقص بالمعاصي. هذا المفهوم يتماشى مع الفكر الأشعري، حيث يعتبر أن
الإيمان ليس ثابتًا بل يتأثر بأفعال المؤمن. زيادة الإيمان تكون من خلال زيادة
الأعمال الصالحة والقربات إلى الله، بينما نقصانه يحدث نتيجة لارتكاب الذنوب
والمعاصي
Artinya, "Al-Syahrastani,
dalam bukunya Al-Milal wal-Nihal, berpendapat bahwa iman bertambah dengan
ketaatan dan berkurang dengan dosa. Konsep ini sejalan dengan pemikiran
Asy'ari, yang menganggap bahwa iman tidak tetap, tetapi dipengaruhi oleh perbuatan
orang yang beriman. Peningkatan iman adalah melalui peningkatan amal saleh dan
kedekatan dengan Allah, sedangkan penurunannya terjadi akibat melakukan dosa
dan maksiat."
Malu Sebagian dari Iman
Pendapat ini juga dikemukakan oleh Imam Sanusi didalam kitabnya Umm al-Barāhīn
atau dikenal juga dengan judul al-Aqīdah al-Sanūsiyyah. Pandangannya sangat
jelas sejalan dengan tradisi teologi Asy'ariyah, yaitu iman dapat bertambah dan
berkurang. Iman dapat bertambah dengan memperdalam keyakinannya melalui
pemahaman yang lebih baik tentang ajaran agama, tafakur, dan tadzakur
(mengingat Allah). Sebaliknya, iman dapat berkurang dengan melakukan dosa dan
maksiat, pun lalai dalam Ibadah. Seperti, mengabaikan kewajiban-kewajiban
agama, contohnya shalat, puasa, dan zakat. Sementara itu, Imam Zarruq
mengungkapkan di dalam kitabnya Ightanim al-Fawā'id fī Syarḥ al-Qawā'id
al-'Aqā'id merujuk pada beberapa dalil Al-Qur'an dan hadits yang menunjukkan
bahwa iman dapat bertambah dan berkurang menyesuaikan situasi dan kondisi yang
sedang dialami oleh seseorang. Pandangan Imam Zarruq tidak jauh berbeda dengan
ulama Asy'ariyah yang menganggap iman sebagai sesuatu yang dinamis. Iman dapat
bertambah dengan amal saleh dan pemahaman agama yang lebih baik, serta
berkurang dengan dosa dan kelalaian. Pandangan ini menekankan pentingnya
tindakan dan amal dalam mempengaruhi kekuatan iman seseorang. Hal ini
sebagaimana Allah swt firmankan dalam Al-Qur’an surat al-Fath ayat 4 berikut. Baca Juga Enam Hal Penggerogot Amal Baik
هُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ فِى قُلُوبِ ٱلْمُؤْمِنِينَ
لِيَزْدَادُوٓا۟ إِيمَٰنًا مَّعَ إِيمَٰنِهِمْ ۗ وَلِلَّهِ جُنُودُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ
وَٱلْأَرْضِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: “Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke
dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping
keimanan mereka (yang telah ada).
Dan kepunyaan Allah-lah tentara
langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS
Al-Fath: 4) Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir al-Qurán al-'Adhim,
memberikan penjelasan bahwa Allah swt bisa menurunkan ketenangan ke dalam hati
orang-orang mukmin agar keimanan mereka bertambah. Sementara itu di dalam kitab
Tafsir al-Jalalain, Imam Jalaluddin al-Mahalli menjelaskan bahwa Allah swt yang
menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin agar mereka bertambah
imannya dengan keimanan mereka kepada hukum-hukum agama. Setiap kali diturunkan
kepada mereka hukum-hukum agama, maka mereka mengimaninya, termasuk di dalamnya
jihad. Dan Dia memiliki kerajaan langit dan bumi, maka seandainya Allah swt
menghendaki kemenangan bagi agama-Nya tanpa kalian, niscaya Allah swt akan
melakukannya. Dan Allah swt Maha Mengetahui segala sesuatu, baik ciptaan-Nya
maupun perbuatan-Nya. Nabi Muhammad saw juga pernah bersabda, “Iman itu bisa
bertambah atau berkurang.” Bertambah atau berkurangnya keimanan seseorang
merupakan ciri pada jiwa manusia. Sebab, jiwa manusia termasuk dalam alam
al-malakut yang tersembunyi (rahasia), sementara anggota tubuh serta segala
perbuatannya termasuk dalam alam al-mulk yang kasat mata. Oleh karena itu, agar
keimanan kita selalu meningkat, kita harus menjaga diri dari hal-hal yang
merusak iman. Caranya dengan meningkatkan kualitas taqwa kepada Allah swt.
Artinya menaikkan kepatuhan dalam mengerjakan semua perintahnya dan menjauhi
segala larangannya.
Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ari pendiri mazhab
Asy’ariah, di dalam karyanya Al-Luma` menjelaskan bahwa iman diartikannya
sebagai tashdiq bi Allah atau memberikan keyakinan terhadap Allah swt. Dalam
kitab ini, Imam al-Asy'ari menguraikan pandangannya tentang iman dengan
penekanan pada definisi yang menekankan keyakinan dalam hati yang melibatkan
pengakuan lisan serta tindakan nyata yang selaras dengan ajaran Islam.
Dapat disimpulkan bahwa iman sebagai kombinasi dari keyakinan, ucapan, dan
perbuatan. Imam al-Asy'ari menegaskan bahwa iman mencakup tiga komponen utama
yaitu keyakinan di dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan amal perbuatan.
Ini menegaskan bahwa iman bukan hanya tentang apa yang ada di dalam hati,
tetapi juga harus terlihat dalam tindakan nyata seorang Muslim.
Kita meyakini dengan pasti bahwa iman itu
dapat bertambah juga dapat berkurang. Iman akan bertambah dengan amal ketaatan.
Iman akan berkurang dengan amal kemaksiatan dan dosa.
Melemahnya iman seseorang tentu ada
tanda-tandanya. Ada banyak sekali. Tanda-tanda lemahnya iman ini harus kita
pahami dengan baik. Selalu kita ingat. Selalu kita jadikan bahan muhasabah dan
evaluasi diri setiap hari.
Dengan mengenali tanda lemahnya iman, kita
berhadap kepada Allah ‘azza wajalla agar kita mampu
mengendalikan diri sehingga kita memiliki kesempatan untuk menjaga iman kita
agar tidak terus merosot.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Apa saja tanda lemahnya iman?
Pertama: Malas melaksanakan amal ketaatan dan
cenderung meremehkannya
Tanda lemahnya iman yang paling mudah dikenali
adalah tumbuhnya rasa malas untuk melaksanakan amal ketaatan. Tanda yang lebih
serius dari itu adalah meremehkan amal ketaatan. Terutama yang sifatnya amal
tambahan atau nafilah.
Jika pun mau melaksanakan amal ketaatan, itu
dilaksanakan dengan penuh kemalasan.
Persis seperti firman Allah ‘azza
wajalla ketika menyebutkan beberapa sifat orang munafik yang suka malas mengerjakan shalat.
وَإِذَا
قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ
“Dan apabila mereka berdiri untuk shalat
mereka berdiri dengan malas.” (QS. An-Nisa’: 142)
Orang yang malas melaksanakan amal ketaatan,
tumbuh dari sikap kurangnya rasa kepedulian terhadap hukum dan keutamaan amal
ketaatan tersebut. Akhirnya ia mulai meremehkan kedisiplinan waktu pelaksanaan
amal ketaatan. Seolah, ia telah kehilangan harapan besar untuk mengharap pahala
dari Allah ‘azza wajalla.
Tanda lemahnya iman berupa malas ibadah ini
terwujud dalam sikap menunda pelaksanaan haji padahal ia mampu, mundur dari
medan perang padahal dia mampu untuk maju, menunda pelaksanaan shalat wajib
padahal tidak ada uzur, bermalas-malas mendatangi shalat Jumat padahal dalam
kondisi longgar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ
يَزَالُ قَوْمٌ يَتَأَخَّرُونَ عَنِ الصَّفِّ الأَوَّلِ حَتَّى يُؤَخِّرَهُمُ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِى النَّارِ
“Tiada henti-hentinya suatu kaum
mengakhirkan dari shaf pertama sehingga Allah mengakhirkan mereka dalam neraka.”
(HR. Abu Daud No. 679)
Ketika ia tidur, sama sekali tidak memiliki
kewaspadaan jika saja tidurnya melampaui jadwal waktu shalat. Bahkan ia tidak
berhasrat untuk mengqadha shalat yang ia tinggalkan.
Ia tidak peduli untuk ikut shalat Ide bersama
kaum muslimin. Ia tidak peduli untuk ikut menyalatkan dan mengantar jenazah
muslim ke pemakamannya. Ia tidak peduli untuk ikut melaksanakan shalat gerhana
bersama kaum muslimin.
Gambaran ini sangat bertolak belakang dengan
sifat seorang mukmin sejati sebagaimana difirmankan Allah ‘azza wajalla,
فَاسْتَجَبْنَا
لَه ۖوَوَهَبْنَا لَه يَحْيٰى وَاَصْلَحْنَا لَه زَوْجَهۗ اِنَّهُمْ كَانُوْا يُسٰرِعُوْنَ
فِى الْخَيْرٰتِ وَيَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَّرَهَبًاۗ وَكَانُوْا لَنَا خٰشِعِيْنَ
“Maka Kami kabulkan doanya, dan Kami
anugerahkan kepadanya Yahya, dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung.
Sungguh, mereka selalu bersegera dalam mengerjakan kebaikan, dan mereka berdoa
kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk
kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya: 90)
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Kedua: Melakukan kedurhakaan dan dosa
Tanda lemahnya iman yang kedua adalah
melakukan kedurhakaan dan dosa.
Jika diri kita mulai merasa ringan melakukan
kedurhakaan, perbuatan dosa, dan perbuatan maksiat, bisa jadi iman kita sedang
melemah.
Terlalu sering melakukan kedurhakaan bisa
berubah menjadi kebiasaan. Jika telah menjadi kebiasaan, otomatis ia akan
merasa berat untuk meninggalkannya. Secara perlahan, rasa takut dan kesadaran
bahwa itu adalah perbuatan dosa pun akan hilang dari lubuk hatinya. Akhirnya,
pelakunya mulai berani melakukan kedurhakaan secara terang-terangan.
Persis seperti sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam,
كُلُّ
أُمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ، وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ
يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ،
فَيَقُولَ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ
يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
“Semua umatku dimaafkan kecuali orang-orang
yang melakukan dosa dengan terang-terangan. Dan sesungguhnya termasuk melakukan
dosa dengan terang-terangan adalah seseorang melakukan suatu dosa di waktu
malam hari, kemudian ketika pagi dia berkata (kepada orang lain), ‘Hai
Fulan, tadi malam aku melakukan ini dan itu!’, padahal di waktu malam
Rabbnya telah menutupinya (yaitu tidak ada orang yang mengetahuinya), namun di
waktu pagi dia membongkar tirai Allah terhadapnya (yaitu menyampaikan kepada
orang lain).” [HR. Al-Bukhari No. 6069; HR. Muslim
No. 2990]
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Ketiga: Tidak marah jika menyaksikan
pelanggaran syariat
Tanda lemahnya iman yang berikutnya adalah
tidak adanya rasa marah jika menyaksikan pelanggaran syariat. Baik berupa
pelanggaran terhadap hal-hal yang haram, atau pelanggaran terhadap
aturan-aturan syariat Islam lainnya.
Mengapa itu bisa menimpa seseorang? Sebab
ghirah dalam hatinya telah padam, sehingga anggota tubuhnya tidak mampu lagi
mengingkari pelanggaran-pelanggaran syariat tersebut. Dari mimik wajahnya pun,
samak sekali tidak ada perubahan ekspresi ketika melihat kemungkaran terjadi.
Ini tanda iman sedang lemah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا
عُمِلَتْ الْخَطِيئَةُ فِي الْأَرْضِ كَانَ مَنْ شَهِدَهَا فَكَرِهَهَا وَقَالَ
مَرَّةً أَنْكَرَهَا كَانَ كَمَنْ غَابَ عَنْهَا وَمَنْ غَابَ عَنْهَا فَرَضِيَهَا
كَانَ كَمَنْ شَهِدَهَا
“Jika ada satu kemaksiatan dikerjakan di muka bumi, maka orang
yang melihat lalu membencinya,” dalam riwayat lain, “Lalu ia
mengingkarinya, ia seperti orang yang tidak melihatnya. Sedangkan bagi orang yang tidak melihatnya,
namun ia ridha dengan kemaksiatan tersebut, maka ia seperti orang yang
melihatnya.” (HR. Abu
Daud No. 4345)
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Keempat: Menilai sesuatu dengan standar dosa
atau tidak dosa, mengabaikan standar hukum makruh.
Menilai sesuatu dari sisi terjadinya dosa atau
tidak, serta tidak mau melihat dari sisi perbuatan yang makruh, merupakan tanda
lemahnya iman.
Praktiknya seperti berikut ini.
Ada sebagian orang ketika hendak melakukan
suatu pekerjaan, maka dia tidak bertanya tentang pekerjaan yang baik, tetapi
dia bertanya apakah pekerjaan ini menjurus kepada dosa atau tidak, apakah
pekerjaan itu menjurus kepada dosa atau tidak, haram atau sekedar makruh saja?
Kondisi kejiwaan seperti ini dapat menyeret
dirinya kepada syubhat dan perbuatan-perbuatan yang dimakruhkan. Lambat laun
menjurus kepada hal-hal yang diharamkan.
Mengapa demikian? karena pelakunya tidak
memiliki proteksi untuk tidak melakukan perbuatan yang dimakruhkan atau
pekerjaan yang syubhat meskipun memang hal tidak tergolong perbuatan yang
diharamkan.
Fenomena seperti ini persis seperti yang
pernah digambarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
كَالرَّاعِي
يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ أَلاَّ وِإِنَّ لِكُلِّ
مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ
“Sebagaimana ada penggembala yang
menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir
menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah
larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Contoh lain, ada sebagian orang yang ketika
meminta fatwa atau bertanya tentang hukum suatu permasalahan syar’i, lalu
ustadz atau Syaikh yang ditanya menjawab haram, penanya masih saja bertanya
apakah bobot keharamannya keras atau tidak, seberapa berat dosa yang
ditimbulkan, dan semisalnya.
Model penanya seperti ini menunjukkan bahwa ia
tidak memiliki keinginan kuat untuk menjauhi hal yang haram dan cenderung
meremehkan dosa-dosa kecil. Pada akhirnya, dengan sifat seperti ini justru ia
akan terjatuh pada hal yang diharamkan tersebut tanpa sadar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لأَعْلَمَنَّ
أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِى يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ
جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا
قِيلَ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لاَ نَكُونَ مِنْهُمْ
وَنَحْنُ لاَ نَعْلَمُ.
قَالَ:
أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنَ اللَّيْلِ
كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ
انْتَهَكُوهَا.
“Niscaya aku akan
melihat beberapa kaum dari umatku datang pada hari kiamat dengan kebaikan
laksana gunung-gunung Tihamah yang putih, kemudian Allah ‘azza wajalla
menjadikannya debu yang beterbangan.”
Ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah,
jelaskanlah sifat mereka kepada kami, agar kami tidak menjadi bagian dari
mereka sementara kami tidak tahu.”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:
“Ketahuilah, mereka adalah saudara kalian, satu bangsa, dan bangun malam
sebagaimana kalian. Tapi jika mereka menyendiri dengan larangan-larangan Allah,
mereka melanggarnya.” (HR. Ibnu Majah
No. 4245)
Ibnu Mas’ud berkata,
إِنَّ
الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ
عَلَيْهِ وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ
فَقَالَ بِهِ هَكَذَا
“Sesungguhnya orang mukmin melihat dosa-dosanya seperti ia duduk
di pangkal gunung, ia khawatir gunung itu akan menimpanya, sedangkan orang
fajir (selalu berbuat dosa) melihat dosa-dosanya
seperti lalat yang menempel di batang hidungnya, kemudian ia mengusirnya
seperti ini lalu terbang.” (HR. Al-Bukhari No. 6302)
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Kelima: Dada terasa sesak, perilaku mulai memburuk
Jika dada kita mulai sering terasa sesak, mudah gelisah karena
urusan remeh, diikuti dengan perubahan perilaku yang semakin buruk, seperti
sebelumnya tidak melakukan suatu kemaksiatan lalu tiba-tiba melakukannya,
sebelumnya tidak melakukan suatu dosa tiba-tiba tumbuh keinginan untuk
melakukannya, maka kita perlu waspada. Ini adalah salah satu tanda lemahnya iman.
Iman yang melemah akan menjadikan dadanya
terasa sesak dan sempit. Allah ‘azza wajalla sirnakan rasa
lapang dari hatinya.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam,
اَلْإِيْمَانُ:
اَلصَّبْرُ وَالسَّمَاحَةُ
“Iman ialah kesabaran dan kelapangan hati.” (Silsilah
al-Ahadits ash-Shahihah No. 554)
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Keenam: Jarang membaca al-Quran dan zikir
Sudah berapa lama kita tidak membaca al-Quran?
Sepekan, sebulan, atau bahkan setahun?
Berapa sering kita berzikir mengingat
Allah ‘azza wajalla, hanya setelah shalat saja, atau setelah shalat
pun tidak berzikir dan langsung keluar masjid?
Maka, waspadalah, karena lalainya kita dari
membaca al-Quran adalah tanda lemahnya iman.
Kenapa bisa demikian?
Orang yang imannya kuat adalah orang yang
selalu mengingat Allah ‘azza wajalla. Di mana pun dan kapan pun. Ia
memiliki semangat untuk terus menggali makna di balik ayat-ayat Allah ‘azza
wajalla. Artinya, interaksi dirinya dengan al-Quran tentu sangat sering.
Sebaliknya, orang yang lemah imannya adalah
orang yang paling lali dari mengingat Allah ‘azza wajalla.
Jangankan menggali makna di balik ayat-ayat al-Quran, membacanya saja ia tidak
ada keinginan, berzikir saja jarang.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Ketujuh: Gila hormat, jabatan, dan ketenaran
Jika diri kita mulai merasa nyaman dan sangat
menikmati pujian orang lain, sangat menikmati ketenaran, sangat menikmati gelar
dan jabatan, tanpa diiringi ketakwaan kepada Allah ‘azza wajalla,
maka kita patut untuk waspada. Sebab semua itu merupakan tanda lemahnya iman.
Fenomena seperti ini telah jauh-jauh hari
diperingatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ
عَلَى الْإِمَارَةِ وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَنِعْمَ
الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتْ الْفَاطِمَةُ
“Kalian akan rakus terhadap jabatan, padahal jabatan itu akan
menjadi penyesalan dihari kiamat, ia adalah seenak-enak penyusuan dan
segetir-getir penyapihan.” (HR. Al-Bukhari No. 7146)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah
mengingatkan tentang hakikat kepemimpinan dan jabatan,
إِنْ
شِئْتُمْ أَنْبَأْتُكُمْ عَنِ الْإِمَارَةِ وَمَا هِيَ؟ أَوَّلُهَا مَلَامَةٌ،
وَثَانِيهَا نَدَامَةٌ، وثَالِثُهَا عَذَابٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا مَنْ
عَدَلَ
“Jika kamu sekalian menghendaki, akan
kukabarkan kepadamu tentang kepemimpinan, dan apa kepemimpinan itu? Pada
awalnya ia adalah cela, keduanya ia adalah penyesalan, dan ketiganya ia adalah
azab di hari kiamat, kecuali pemimpin yang adil.” (HR. Ath-Thabarani No. 132 dalam Mu’jam al-Kabir,
18/71)
Dalam riwayat lain beliau juga bersabda,
مَنْ
سَرَّهُ أَنْ يَمْثُلَ لَهُ عِبَادُ اللَّهِ قِيَامًا، فَلْيَتَبَوَّأْ بَيْتًا
مِنَ النَّارِ
“Barang siapa suka jika hamba-hamba Allah
bangkit berdiri untuk dirinya, maka ia akan menempati rumah dari api neraka.”
(HR. Al-Bukhari No. 977 dalam Al-Adab al-Mufrad, 339)
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Kedelapan: Tidak peduli dengan urusan kaum
muslimin
Tidak peduli dengan kondisi kaum muslimin dan
hanya mementingkan urusan pribadi adalah salah satu tanda lemahnya iman. Sikap
ini terwujud dalam banyak hal.
Ketika ada saudara muslim yang tertimpa
musibah, tidak mau menolongnya. Saudara muslim Uighur Turkistan Timur berada dalam kondisi penindasan agama;
kalau shalat ke masjid, ditangkap dan dipenjara, kalau mengenakan jilbab,
ditangkap dan dipenjara, kita sama sekali tidak peduli, tak mau mendoakan mereka.
Padahal kita tahu tentang itu. Ini adalah tanda lemahnya iman kita.
Ada saudara kita yang terkena musibah banjir,
kita diam saja. Tidak mau bergerak menolong mereka. Bahkan, mendoakan mereka
saja, kita enggan. Ini adalah tanda lemahnya iman kita.
Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah bersabda,
إِنَّ
الْمُؤْمِنَ مِنْ أَهْلِ الْإِيمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الْجَسَدِ
يَأْلَمُ الْمُؤْمِنُ لِأَهْلِ الْإِيمَانِ كَمَا يَأْلَمُ الْجَسَدُ لِمَا فِي
الرَّأْسِ
“Sesungguhnya kedudukan orang mukmin dalam
bagian orang-orang beriman itu laksana kedudukan kepala pada badan, ia akan
merasakan penderitaan yang menimpa orang-orang beriman sebagaimana jasad yang
ikut menderita karena rasa sakit di bagian kepala.” (HR. Ahmad No. 22877)
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Kesembilan: Tidak tergugah untuk beramal bagi
kepentingan Islam dan kaum muslimin
Tanda lemahnya iman seseorang yang berikutnya
adalah tidak tergugah hatinya untuk beramal untuk kepentingan Islam dan kaum
muslimin. Tidak mau berusaha berkontribusi pada hal-hal yang menyangkut
kepentingan Islam dan kaum muslimin.
Bekerja hanya bertujuan mencari harta untuk
kepentingan pribadi. Memiliki usaha, hasilnya hanya untuk menambah harta
pribadi, membangun rumah yang megah, membeli mobil di luar batas kebutuhan.
Memiliki kelebihan kemampuan fisik dan skill hanya digunakan
untuk memperkaya diri sendiri. Dari semua itu, sama sekali tidak ada yang
dialokasikan untuk kepentingan Islam dan kaum muslimin.
Ini semua adalah tanda lemahnya iman kita.
Sangat jauh berbeda dengan karakter para sahabat yang berada di sekeliling
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Seorang pemuda, Ibnu Amr langsung beranjak
melakukan dakwah kepada kaumnya sesaat setelah dia masuk Islam. Dia langsung
menyeru kaumnya dan langsung memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk
mengajak mereka masuk Islam. Dia meminta kepada Rasulullah untuk kembali kepada
kaumnya setelah masuk Islam.
Tetapi mayoritas orang-orang pada jaman
sekarang hanya duduk tenang-tenang dan tidak miliki rasa tanggung jawab untuk
melakukan dakwah meskipun sudah sekian lama dia sebagai orang Muslim.
Tsumamah bin Atsal radhiyallahu ‘anhu.
Seorang pemimpin penduduk Yamamah. Ketika dia ditawan dan diikat di masjid lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menawarinya agar masuk
Islam, dan Allah memasukkan cahaya iman di dalam hatinya, maka dia pun masuk
Islam dan pergi untuk melaksanakan umrah.
Setibanya di Makkah dia pun berkata lantang
kepada orang-orang kafir Quraisy, “Biji-biji gandum tidak akan dikirim dari
Yamamah kepadamu sekalian kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengizinkannya.
Baru masuk Islam, Tsumamah bin Atsal langsung
menyatakan keberpihakannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dan melakukan embargo ekonomi kepada orang-orang yang
memusuhi dan menyiksa kaum muslimin waktu itu.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Kesepuluh: Berlebihan dalam urusan duniawi
Tanda lemahnya iman yang kesepuluh adalah
berlebihan dalam urusan duniawi. Jika kita merasa berada pada batas berlebihan
dalam urusan makan dan minum, makan harus di restoran yang mewah, minum harus
minuman yang bermerek, maka kita perlu waspada. Ini merupakan tanda iman kita
sedang melemah.
Jika kita merasa berada pada batas berlebihan
dalam urusan pakaian, beli baju harus mahal, beli sepatu harus branded, beli
kendaraan harus yang mahal, maka kita perlu introspeksi diri. Ini merupakan
tanda lemahnya iman.
Seseorang yang telah terjebak dalam sifat
berlebihan pada urusan duniawi, maka ia akan sulit keluar dari jebakan itu,
tanpa hidayah dan inayah Allah ‘azza wajalla, jika
tidak segera ingat atau diingatkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah berpesan kepada Mu’adz bin Jabal ketika ia diutus ke
Yaman untuk berdakwah,
إِيَّاكَ
وَالتَّنَعُّمَ، فَإِنَّ عِبَادَ اللهِ لَيْسُوا بِالْمُتَنَعِّمِينَ
“Jauhilah hidup mewah, karena hamba-hamba Allah itu bukanlah
orang-orang yang hidup mewah!” (HR. Ahmad No. 22105. Hadits hasan menurut
Syaikh al-Albani)
Itulah sepuluh tanda lemahnya iman yang sangat perlu untuk kita
ingat selalu. Semoga
Allah ‘azza wajalla senantiasa menjaga diri kita dari berbagai
hal yang dapat melemahkan iman kita kepada-Nya.
NB : Tek Khutbah Jumat, 25 April 2025