Judul Terbaru

    Back Groud MRB (atas)


     

    Pengumuman

    Jadwal Shalat

    PELAJARAN KEIKHLASAN DAN KETAKWAAN DARI KISAH HABIL DAN QABIL

    Kamis, 08 Mei 2025, Mei 08, 2025 WIB Last Updated 2025-05-08T23:33:08Z

     

    Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, Lc.,MA
    (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman)

    Surat al-Maidah ayat 27:

    "Dan bacakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka dan tidak diterima dari yang lain. Ia berkata, 'Aku pasti membunuhmu!' Dia (yang diterima kurbannya) berkata, 'Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Maidah ayat 27).

    Ayat ini menceritakan kisah dua putra Nabi Adam, yaitu Habil dan Qabil, yang mempersembahkan kurban kepada Allah SWT. Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad untuk membacakan kisah ini kepada umatnya sebagai pelajaran moral dan spiritual. Kisah ini bukan hanya kisah sejarah, tetapi juga mengandung hikmah besar tentang keikhlasan, ketakwaan, dan bahaya kedengkian. Meskipun nama Habil dan Qabil tidak disebut dalam ayat, ulama tafsir sepakat bahwa merekalah yang dimaksud. Kemudian, kedua anak Adam itu diminta mempersembahkan kurban sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah. Habil, yang bertakwa dan ikhlas, mempersembahkan hewan terbaik dari ternaknya. Qabil, sebaliknya, memberikan hasil tani yang buruk sebagai bentuk pengorbanan yang tidak tulus. Allah SWT menerima kurban Habil karena niat dan amalnya yang benar, sementara kurban Qabil ditolak karena ketidakikhlasannya.

    Penolakan terhadap kurban Qabil memicu amarah dan kedengkian dalam hatinya. Ia tidak introspeksi diri atau berusaha memperbaiki amalnya, melainkan iri terhadap saudaranya dan berniat membunuhnya. Ini menggambarkan penyakit hati yang sangat berbahaya yaitu hasad (iri dengki), yang bisa mendorong seseorang melakukan dosa besar, bahkan pembunuhan. Dalam konteks sosial, ayat ini mengingatkan pentingnya mengendalikan emosi negatif agar tidak merusak hubungan antar manusia. Namun, respons Habil menunjukkan sikap seorang mukmin sejati. Ia tidak membalas ancaman dengan kekerasan, melainkan menasihati saudaranya dengan menyebutkan prinsip penting: bahwa Allah SWT hanya menerima amalan dari orang-orang yang bertakwa. Ini merupakan pelajaran tentang pentingnya menjaga ketakwaan dan keikhlasan dalam setiap ibadah, bukan sekadar tampilan lahiriah atau jumlah materi yang diberikan.

    Ayat ini menegaskan pentingnya keikhlasan dalam beramal. Hanya amal yang dilakukan dengan niat yang tulus dan dengan semangat ketakwaan yang diterima oleh Allah SWT. Habil mempersembahkan kurban dari hewan terbaik miliknya karena ia ingin mendapatkan ridha Allah SWT, bukan karena ingin dipuji atau sekadar formalitas. Sementara Qabil, yang amalnya ditolak, menunjukkan bahwa tindakan lahiriah tanpa hati yang bersih dan niat yang benar tidak bernilai di sisi Allah SWT. Ini menjadi pengingat bahwa dalam beribadah, kualitas niat lebih utama daripada bentuk amal itu sendiri. Kemudian dari kisah ini kita diajarkan untuk menghindari hasad (iri dan dengki). Perasaan iri Qabil terhadap Habil, hanya karena kurbannya diterima, berubah menjadi kebencian dan mendorongnya melakukan dosa besar: membunuh saudaranya sendiri. Ini menunjukkan betapa berbahayanya hasad jika dibiarkan tumbuh dalam hati. Iri hati bisa menghapus amal kebaikan dan merusak hubungan persaudaraan, bahkan memicu kejahatan yang lebih besar.

    Kemudian pelajaran penting lainnya adalah sikap sabar dan bijaksana dalam menghadapi kezaliman. Ketika diancam akan dibunuh, Habil tidak terpancing untuk membalas dendam atau membalas kejahatan dengan kejahatan. Ia malah memberikan nasihat lembut yang menyejukkan dan mengingatkan bahwa Allah SWT hanya menerima amal dari orang-orang yang bertakwa. Sikap ini mencerminkan kontrol diri dan pengendalian emosi yang tinggi, serta menunjukkan bahwa membalas kejahatan bukanlah jalan yang dianjurkan dalam Islam. Yang terakhir, Habil menjadi contoh teladan bagi umat Islam dalam hal keteguhan iman, kesabaran, dan keluhuran akhlak. Dalam kondisi terancam nyawanya, ia tetap memegang prinsip kebenaran dan tidak melibatkan diri dalam pertengkaran. Teladan ini relevan untuk semua zaman, bahwa seorang muslim sejati harus mampu menahan amarah, menghindari pertikaian, dan tetap menjaga adab serta ketakwaannya di tengah ujian hidup. Wallahu al-Musta’an.

     


    Komentar

    Tampilkan

    • PELAJARAN KEIKHLASAN DAN KETAKWAAN DARI KISAH HABIL DAN QABIL
    • 0

    Jadwal Shalat

    ”jadwal-sholat”