
![]() |
Sayed Muhammad Husen (Ketua BKM Asy-Syuhada Lampanah) |
Umat Islam di seluruh dunia setiap tahun memperingati tahun baru Hijriah. Momen ini, selain pergantian angka di kalender, juga sebagai pengingat peristiwa agung yang menjadi titik balik peradaban Islam. Hijrahnya Nabi Muhammad saw dan para sahabat dari Mekah ke Madinah merupakan strategi membangun masyarakat (umat) berlandaskan nilai-nilai ilahi. Semangat inilah yang seharusnya terus kita jadikan landasan untuk merawat persatuan umat.
Menurut akademisi UIN Ar-Raniry, Saifuddin A. Rasyid, umat Islam harus merawat persatuan dan memperbarui semangat hijrah untuk mencapai kemajuan dan tujuan kemuliaan umat di tengah semakin menguatnya tantangan dan konflik yang dihadapi di era kebangkitan kembali umat Islam.
“Umat Islam jangan mudah goyah dan terpengaruh dengan anasir yang melemahkan persatuan dan jangan mudah terprovokasi melakukan hal-hal yang merugikan karena dorongan nafsu. Di tengah suasana kritis sekalipun umat Islam mesti bijak dan cerdas mengambil sikap dengan mengedepankan kepentingan Islam dan muslimin,” ungkapnya.
Hijrah sebenarnya simbol transformasi, yang mengajarkan kita, bahwa mencapai perubahan yang lebih baik (islami), terkadang kita harus meninggalkan zona nyaman. Hijrah dari Mekah adalah meninggalkan keterbatasan, penindasan, dan perpecahan menuju Madinah yang menjanjikan kebebasan, keadilan, dan persaudaraan.
Nabi Muhammad saw di Madinah mendirikan masjid, membentuk negara, dan membangun fondasi persatuan umat. Beliau mempersaudarakan kaum Muhajirin (pendatang dari Mekah) dengan kaum Anshar (penduduk asli Madinah). Mereka yang sebelumnya memiliki latar belakang sosial dan ekonomi yang berbeda disatukan oleh ikatan iman (tauhid). Inilah contoh nyata, bahwa perbedaan bukanlah penghalang, melainkan kekayaan yang memperkuat sebuah bangsa dan negara (Islam).
Semangat hijrah tentu saja tetap aktual pada zaman sekarang untuk menghadapi berbagai isu keumatan. Perpecahan umat seringkali muncul akibat perbedaan pandangan politik, mazhab, hingga isu-isu khilafiah yang tak berkesudahan. Media sosial pun seringkali menjadi pemicu perpecahan, menyebarkan ujaran kebencian dan fitnah.
Karena itu, yang harus kita lakukan adalah mengaktualkan semangat hijrah untuk merawat persatuan umat. Umat Islam harus hijrah dari sikap merasa paling benar sendiri. Setiap Muslim memiliki hak berpendapat, namun kita harus belajar menghargai perbedaan pandangan, menumbuhkan rasa empati, dan mengurangi potensi konflik.
Umat mestinya segera hijrah dari perpecahan menuju persaudaraan. Persaudaraan Islam (ukhuwah islamiyah) pondasi utama persatuan. Kita harus senantiasa mengingatkan, di atas segala perbedaan, kita adalah saudara seiman. Kita jadikan masjid, majelis taklim, dan ormas Islam sebagai wadah saling mengenal, bersilaturahmi, dan memperkuat tali persaudaraan.
Dalam hal ini, Allah Swt berfirman: “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (agama) Allah seluruhnya, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.” (QS. Ali 'Imran: 103)
Rasulullah saw bersabda: “Perumpamaan orang orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain ikut merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Demikian pula, kita harus segera hijrah dari konflik menuju kolaborasi. Daripada berdebat panjang lebar tentang isu yang tak berujung, lebih baik kita mengarahkan energi berkolaborasi dalam kebaikan. Berlomba-lomba dalam kebaikan. Berbagai komponen bisa bersama-sama memberdayakan umat melalui pendidikan, ekonomi, dan kegiatan sosial. Inilah hijrah nyata, yang membawa manfaat bagi banyak orang, pada akhirnya akan menyatukan hati.
Jadi semangat hijrah adalah panggilan berbenah diri, baik secara individu maupun kolektif (umat). Dengan menginternalisasi nilai-nilai persaudaraan, empati, dan kolaborasi yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, kita membangun umat yang kuat dan disegani oleh lawan (kaum kufar). Kita jadikan pikiran dan langkah kita sebagai hijrah menuju persatuan umat. Tidak masanya lagi berkonflik mempertentangkan aliran aswaja, wahabi, dan syiah.