Judul Terbaru

    Back Groud MRB (atas)


     

    Pengumuman

    Jadwal Shalat

    Hijrah Digital di Era Perang Algoritma

    Kamis, 26 Juni 2025, Juni 26, 2025 WIB Last Updated 2025-06-26T14:09:57Z

     

    Tgk. Muzakkir Abdurrahman
    (Imam Masjid Raya Baiturrahman)

    Pada tahun 1943, seluruh dunia tahu bahwa pasukan Jerman sedang sekarat di Front Timur, terutama setelah kekalahan telak di Stalingrad. Tapi rakyat Jerman... tidak tahu. Di Berlin dan sekitarnya, mereka justru dibombardir dengan berita kemenangan, heroisme, dan kejayaan lewat siaran radio, film, dan poster besar yang penuh semangat.

    Itu semua adalah bagian dari mesin propaganda Adolf Hitler, yang dikomandoi oleh Joseph Goebbels. Dengan mengendalikan media, mereka berhasil menggiring opini publik, menutup realita perang yang berdarah, dan membungkusnya dengan narasi mulia demi kejayaan bangsa.

    Kini, lebih dari 80 tahun berlalu, senjata propaganda itu berevolusi. Ia tak lagi berupa radio dan pamflet, tapi algoritma dan artificial intelligence. Kita tak perlu lagi disuruh percaya sesuatu secara langsung—kita hanya diarahkan pelan-pelan, halus, dan personal, lewat rekomendasi konten yang seolah-olah netral, padahal penuh kepentingan.

    Inilah alasan mengapa hijrah di era digital berarti berpindah dari kebodohan yang dikemas indah ke kesadaran yang sering kali sunyi. Kita tidak lagi dikepung peluru, tapi dibanjiri informasi, opini, dan distraksi. Dan semua itu bisa jadi tak kalah mematikan jika tidak kita pilah dan sadari.

    Hijrah Digital: Menjadi Muslim yang Melek Media

    Hijrah digital bukan tentang uninstall semua aplikasi. Tapi tentang sadar terhadap apa yang kita konsumsi, siapa yang kita ikuti, dan apa yang kita ulang-ulang dalam algoritma kita.

    - Dari akun yang menyesatkan ke akun yang membangun.
    - Dari konten candu ke konten ilmu.
    - Dari buang waktu ke upgrade iman.

    "Barang siapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari & Muslim)

    Algoritma akan terus berjalan. Tapi kitalah yang memilih apa yang ingin kita lihat dan siapa yang ingin kita dengar. Di sinilah letak jihad modern kita: melawan godaan digital dan menegakkan niat hijrah di tengah badai informasi.

    Karena hari ini, yang mengendalikan opini, mengendalikan dunia. Dan seorang Muslim yang melek media adalah benteng terakhir dari umat yang tidak ingin lagi tertipu oleh kemasan dunia maya.

    ---

    Kewaspadaan terhadap Tipuan Era Modern: Visual, Narasi, dan Playing Victim

    Umat Islam kini menghadapi tantangan besar bukan hanya dalam bentuk fisik, melainkan dalam bentuk narasi yang dibungkus indah. Salah satu bentuknya adalah fenomena "playing victim" yang digunakan untuk membalikkan persepsi dunia terhadap pelaku dan korban.

    Dunia maya memungkinkan siapa saja menciptakan realitas semu. AI mampu menghasilkan wajah-wajah palsu, suara palsu, bahkan video yang tampak nyata. Visualisasi penderitaan bisa direkayasa, testimoni bisa dikarang, dan emosi publik bisa dikendalikan hanya dengan satu potongan klip berdurasi 30 detik.

    Imam Al-Ghazali pernah memperingatkan:

    "Jangan engkau melihat hak sebagai sesuatu yang besar karena banyaknya pengikutnya, dan jangan engkau melihat batil sebagai kecil karena sedikitnya pendukungnya."

    Sayangnya, awam dari umat Islam belum memahami sepenuhnya bagaimana propaganda bekerja. Mereka tidak menyadari betapa kuatnya efek penggiringan opini dalam dunia digital. Padahal, media sosial kini telah menjadi medan perang, dan "ghazw al-fikri" (perang pemikiran) jauh lebih berbahaya dari perang bersenjata.

    Allah SWT berfirman:

    "Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian seorang fasik membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya..." (QS. Al-Hujurat: 6)

    Serbuan Aplikasi: Antara Kemudahan dan Ancaman Dunia Akademis

    Di sisi lain, era digital juga membawa kemudahan luar biasa dalam dunia pendidikan. Tapi di sinilah bahayanya: kemudahan yang tanpa kontrol akan melahirkan ketergantungan yang melemahkan.

    Banyak aplikasi yang dirancang untuk membantu menulis, menerjemahkan, bahkan membuat esai dan tugas akademik. Namun ketika digunakan tanpa etika, ia menjadi alat kemalasan dan penyebab runtuhnya nalar kritis.

    Fenomena ini menegaskan pentingnya "hijrah akademik", yaitu berpindah dari ketergantungan pada teknologi menjadi pemanfaatan yang bijak dan bermoral. Sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam Ibn Qayyim:

    "Ilmu itu bukan banyaknya riwayat, tetapi cahaya yang Allah tanamkan di dalam hati."

    Penutup

    Umat Islam harus bangkit. Hijrah hari ini bukanlah dari Makkah ke Madinah, tapi dari ruang gelap algoritma ke cahaya ilmu dan kesadaran. Dari pasif sebagai konsumen informasi ke aktif sebagai pemilah dan penjaga akidah.

    Propaganda, manipulasi opini, dan godaan digital akan terus ada. Tapi siapa yang mampu hijrah dengan sadar dan istiqamah, maka ia telah menjadi bagian dari barisan yang Allah janjikan kemenangan:

    "Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah setelah mereka dizalimi, pasti Kami akan tempatkan mereka di dunia ini pada tempat yang baik. Dan sungguh, pahala di akhirat lebih besar, jika mereka mengetahui." (QS. An-Nahl: 41)

    Komentar

    Tampilkan

    • Hijrah Digital di Era Perang Algoritma
    • 0

    Jadwal Shalat

    ”jadwal-sholat”