Judul Terbaru

    Back Groud MRB (atas)


     

    Pengumuman

    Jadwal Shalat

    Al-Mabrur dalam Bingkai Al-Qur’an

    Kamis, 24 Juli 2025, Juli 24, 2025 WIB Last Updated 2025-07-24T22:00:51Z

     

    Dr. Tgk. H. Aufa Safrizal Putra, Lc.,MA
    (ASN Dinas Syariat Islam Aceh Barat Daya)


    Al-Mabrur dalam Bingkai Al-Qur’an

    Oleh: DR. H. Aufa Safrijal putra. Lc.,MA

     

    Hadirin Sidang Shalat Jamaah Jum’at yang diridhai Allah Swt.

    Tanpa terasa kita menapaki kehidupan di tahun 1447 H, hari ini kita sudah berada di akhir bulan Muharram. Bulan Muharram dijadikan oleh khalifah Umar bin Khatab sebagai awal bulan di tahun Hijriah, terpilihnya bulan Muharram sebagai awal bulan hijriah karena pada bulan tersebut orang-orang yang pergi Haji ke Baitullah mereka semuanya akan pulang setelah menunaikan ibadah haji.  artinya bulan Muharram bulan kedatangan orang yang berhaji kembali ke tanah air masing-masing. Begitu juga di tempat kita di Aceh khususnya hampir seluruh rombongan atau kloter yang sudah kembali ke Embarkasi Sultan Iskandar Muda di Banda Aceh. Kita doakan semoga seluruh para hujjaj atau para Jemaah haji kita mendapatkan haji yang mabrur.

     

    Pertanyaannya apakah al-mabrur itu untuk orang yang berhaji saja, atau bolehkah kita mengaitkan kepada kita yang tidak menunaikan haji dengan kalimat al-Mabrur. Banyak orang yang mengharapkan al-Mabrur. Sebagaimana dikatakan Baginda Muhammad Rasulullah SAW
    Alhajju Mabrur laisa lahu al-jazaa illal Jannah

    “Tidak ada balasan bagi orang-orang yang mendapatkan haji yang mabrur melainkan syurga dari Allah SWT. Nah, bolehkan kita dikaitkan dengan al-Mabrur”.

     

    Hadirin siding jamaah jum’at yang di ridhai Allah SWT.

    Yang pertama, kenapa Allah SWT mengaitkan orang yang berhaji dengan al-mabrur ternyata kata al-mabrur itu berasal dari kata al-birru. Al-birru artinya puncak daripada kebaikan. Allah Swt telah menjadikan di atas permukaan bumi ini begitu banyak kebaikan-kebaikan yang dapat kita lihat. Namun puncak dari kebaikan-kebaikan itu adalah al-birr. Maka orang yang melakukan kebaikan sudah tentu berada pada puncak. Kalau yang namanya puncak kebaikan selalu berada diatas. Misalnya puncak gunung jika dibandingkan gunung dengan dasar gunung tentu lebih besar dibandingkan dengan puncak gunung, tetapi bukan berarti orang yang sampai pada puncak itu sedikit dan tidak mustahil bagi kita untuk mendapatkan puncak dari kebaikan itu.

     

    Hadirin sidang jamaah yang di ridhai Allah SWT

    Allah mendefinisikan makna al-birr atau makna mabrur. Mabrur itu adalah orangnya, sedangkan Al-birr itu adalah pekerjaannya. Kata Allah SWT

    Lan tanaalul birra hatta tunfiqu mimma tuhibbuu wama tunfiquna fainnallah bikulli syain alim.

    Artinya: tidak ada sama sekali orang itu akan mendapatkan gelar mabrur sebelum dia menginfakkan yang terbaik dari sisinya kepada orang lain. Tidak akan disebutkan dia sebagai orang mabrur sebelum ia memberikan sesuatu yang paling ia cintai kepada saudaranya. Masalahnya adalah jangankan kita memberikan sesuatu, meminjamkan saja sudah sangat sulit kita berikan kepada orang lain, atau jangankan saja memberikan kepada orang lain, meminjamkan saja mungkin itu agak sulit untuk diberikan. Contohnya saja jika diantara kita ada yang memiliki dua kenderaan, satu yang baru dan satu lagi yang lama. Tiba-tiba datang tetangga kita yang meminjam kenderaan itu. Dia mengucapkan wahai saudaraku bolehkah aku meminjam kenderaanmu. Kira-kira diantara kita yang memiliki kenderaan kenderaan apa yang diminta dipinjamkan oleh saudara kita yang lama atau yang masih baru, tentunya kita sudah memiliki jawabannya masing-masing. Memberikan kederaan yang lama itu baik, tetapi jika memberikan kederaan itu yang baru, itu menjadi lebih baik di sisi Allah Swt. Maka al-Mabrur itu tidak akan dikatakan seseorang sebelum ia memberikan sesuatu yang baik yaitu apa yang dicintainya kepada orang lain.atau saudaranya.

     

    Hadirin sidang jama’ah jumat yang dirahmati Allah Swt, kenapa Allah mengaitkan al-mabrur itu dengan haji. Ternyata haji itu salah satunya untuk mendapatkan gerbong al-mabrur, Karena orang yang berhaji bukan saja mengorbankan hartanya, bukan saja mengorbankan uangnya, bukan saja mengorbankan seluruh harta yang ia miliki tetapi mengorbankan fisiknya. Coba diperhatikan betapa banyak orang yang telah membayar puluhan atau ratusan juta ketika dia berhaji tidak peduli dengan uang itu, dan kita tau bahwasanya harta itu adalah cerminan dari sikap kita artinya apa harta kalau disebutkan dalam Bahasa arab dengan kata maalun, yaitu kecendrungan kita untuk memiliki harta, kecendrungankita untuk mencintai harta dan harta yang paling agung menurut kita secara pribadi adalah uang kita sendiri. Sangking hebatnya kita mencintai harta sampai-sampai Allah menyebutkan watuhibbuuna maalan hubban jamma. Banyak diantara kita yang mencintai harta terlalu berlebihan dalam mencintai uang. Kadang-kadang ada orang yang sudah mempunyai uang namun terus mencarinya lagi bahkan yang sudah memiliki 1 milyar atau 1 Triliun pun masih tetap mencari harta lagi, bahkan ada yang mencoba menghalalkan segala cara meskipun telah melakukan dengan cara-cara yang syar’i tetapi karena ada kecenderungannya lagi untuk memiliki harta, maka dia akan mencoba mearih harta tersebut bukan dengan cara-cara yang halal baik korupsi, nepotisme dan sebagainya. Bahkan kita di kejutkan dalam beberapa waktu yang lalu ada orang yang akan mengambil pulau mengapa dilakukan sedemikian karena tidak cukup uang yang ada, dia ingin mencoba kalau bisa pulau itu untuk menjadi kepemikinnya, itulah kecendrungan yang ada pada manusia.

     

    Hadirin sidang jamaah jumat yang diridhai Allah Swt

    Sangat berbeda sekali dengan orang mukmin. Orang-orang yang beriman kepada Allah menjadikan harta itu sebagai wasilah, sebagai wasithat sebagai perantara untuk bertemu dengan Allah Swt untuk mendapatkan ridha-Nya. Orang-orang yang berhaji ke Baitullah yaitu orang yang mengorbankan hartanya, yang mengorbankan uangnya bahkan orang yang ingin pergi haji walaupun harus membayar dengan nominal yang sangat besar hampir 1 Milyar akan menyanggupinya, ia tidak memperdulikan lagi dengan besarnya nominal uang yang telah dikeluarkan meskipun hartanya berkurang atau habis. Ia tidak mempermasalahkan lagi karena yang terpenting mencari ridha Allah. Meskipun telah  mengeluarkan uang 1 Milyar bukan saja harta yang telah ia keluarkan bahkan harus mengorbankan fisiknya seperti melakukan thawaf, sai dengan mengerahkan kekuatan seluruh anggota tubuh, dan tidak menggunakan alat bantu. Begitu juga dengan melempar jamarah ia berusaha dengan sendirinya tanpa ada bantuan orang lain. Ia telah berhasil menngorbankan hartanya dan mengorbankan fisiknya maka sangat pantas untuk disebutkan dengan gelar haji mabrur.

     

    Maka hadirin sidang jamaah Allah Swt, pertanyaan yang kedua bolehkah orang yang tidak melakukan ibadah haji disebutkan dengan al-mabrur? Allah Swt menjawab dengan firmannya wataa’wanu ‘alal birri wat taqwa, walaa ta’awanu alal ismi wal ‘udwan. Artinya tolong menolonglah kamu dalam al-birr (kebaikan dan ketakwaan) dan janganlah kamu saling tolong menolong dalam melakukan dosa dan permusuhan artinya adalah jika kita orang yang tidak melakukan ibadah haji ingin mendapatkan gelar al-mabrur. Coba diperhatikan al-mabrur dilawankan dengan dua kalimat al-ismu dan al-‘udwan. Apa itu al-Ismu. Al-Ismu itu adalah sebuah keburukan yang kita perbuat berhubungan langsung dengan Allah Swt sedangkan al-‘Udwan yaitu permusuhan. Ketika kita ingin mendapatkan gelar al-mabrur, maka boleh saja bagi kita yang tidak melakukan ibadah haji, kemudian di berikan gelar dengan al-mabrur maka syarat yang pertama adalah jangan melakukan tolong menolong dalam melakukan perbuatan dosa artinya adalah hubungan kita dengan Allah secara vertikal. Perbaiki hubungan dengan Allah, perbaiki komunikasi dengan Allah Swt. Ketika Allah telah memberikan perintah kepada kita shalat, maka laksankan shalat jangan mencari gara-gara untuk tidak shalat, ketika Allah memerintahkan zakat, maka bayarlah zakat jangan mencari alasan untuk tidak mampu membayar zakat. Ketika Allah memerintahkan untuk berhaji bagi yang mampu maka usahakan untuk mendaftarkan haji membuat alasan yang bertele-tele kurang mampu, tetapi ketika dilihat secara zahiriyah sudah mampu untuk mendaftarkan haji tapi tidak mau untuk mendaftarkan diri, bahkan ada yang beralasan jika mendaftarkan haji pada saat ini maka masa tunggunya sampai 40 tahun kedepan, masalah daftar tunggu itu ursan Allah Swt yang penting kita mendaftar diri terlebih dahulu artinya jika kita sudah mampu maka segera daftarkan diri kita jika kita ingin memperbaiki hubungan kita dengan Allah. Makanya selaku hamba Allah jangan sekali-kali mencari gara-gara dengan sang Pencipta, jika Allah sudah memerintahkan kepada kita maka tunaikanlah perintah tersebut. Perbaiki shalat kita dengan Allah, perbaiki puasa kita dengan Allah, jangan sekali-kali membuat dosa dan murka kepada Allah, jangan sampai Allah marah kepada kita.

     

    Maka jika kita ingin mendapatkan gelar al-mabrur, bukan hanya memperbaiki hablun minallah, tetapi hablun minan naas kalimat Wala ta’awanu alal ismi wal udwan adalah salah satu pernyataan Allah untuk mempertegaskan kepada kita agar tidak sekali-kali membuat permusuhan antar sesama. Jika hablun minallah sudah baik maka jadikan juga hablun minan naas tidak cukup dengan ibadah, shalat, puasa, zakat dan haji saja namun dibutuhkan juga dengan hubungan baik antar sesama manusia. Bayangkan saja jika dengan hablun minallah saja bisa masuk syurga maka Rasulullah tidak akan turun dari gua hira beliau akan terus bertahanus, beliau akan terus bertahlil dan akan terus berzikir tidak akan mau turun dari gua hira jika hablun minallah saja yang bisa masuk syurga. Sekali-kali tidaklah demikian juga jika ingin mendapatkan gelar al-mabrur maka perbaiki hubungan kita dengan Allah dan perbaiki juga hubungan kita dengan sesama manusia.

     

    Bagaimana cara kita memperpaiki hablun minan naas salah satunya jangan suka mencaci, memaki, menghina dan jangan suka menjatuhkan orang lain di depan orang lain lagi. Kita jatuhkan martabat dia, kita jatuhkan harga dirinya, kita zalimi dia maka tidak ada gunanya sama sekali meskipun bagus bacaan al-Qur’an, shalatnya bagus, puasanya bagus, maka sungguh tidak akan memadai jika dengan membaca al-Qur’an, shalat, puasa dan zakat bahkan haji berkali-kali umrah setiap tahun kita belum mendapatkan gelar al-mabrur jika hubungan dengan manusia belum baik. Misalkan saja untuk senyum saja kepada tetangga tidak pernah ada apalagi saling tegur sapa. Dengan tetangga tidak pernah saling menghargai, dengan tetangga tidak saling menghormati, sehingga dengan sesama manusia yang ada perasaan dengki dan iri hati. Jika melihat orang lain ada saja yang di salahkan sehingga membenarkan diri sendiri, dengan mengaggap dirinya yang paling benar. Jika perasaan takjub dan takabur sudah melekat pada diri kita maka apapun pahala ibadah yang telah dilakukan tidak kita tidak termasuk dari golongan al-mabrur. Maka cobalah kita saling harga menghargai, hormat-menghormati, karena kita tidak bisa hidup secara mandiri cukup dengan keyakinan diri sendiri atau pendapat sendiri saja kita menjalani kehidupan ini dengan cara beragam. Sebagai contoh ada dalam sebuah masjid ada tradisi zikir setelah shalat ataupun setelah azan ada doanya tetapi ada juga dalam satu-satu masjid setelah shalat tidak ada doa maupun zikir tetapi zikirnya hanya ada di dalam hati sehingga jika kita yang memang melakukan zikirnya di dalam hati hargai orang yang berzikir secara jihar, begitu juga jika ada saudara kita yang sedang berzikir maka boleh bersabar sejenek sebelum melakukan ibadah shalat sunah ba’diyah sehingga inilah yang harus di tanamkan dengan sifat saling menghargai. Inilah yang disebutkan dengan hablun minan naas. Sehingga sehebat apapun kita, jika hanya mengandalkan baik hubungan dengan Allah saja tetapi tidak baik hubungan dengan manusia maka kita belum termasuk orang-orang yang al-mabrur. Semoga.


    Komentar

    Tampilkan

    • Al-Mabrur dalam Bingkai Al-Qur’an
    • 0

    Jadwal Shalat

    ”jadwal-sholat”