
![]() |
Tgk. Haris Darmawan, ST.,MT (Kiri) (Sedang Menyerahkan Karya Bukunya untuk Perpustakaan MRB) |
Membaca di Bawah Kubah:
Perpustakaan Masjid Raya dan Semangat Literasi Anak Muda Aceh
Oleh : Haris Darmawan, S.T., M.T.
(Ketua Departemen Kajian Strategi dan Advokasi RMRB)
Di tengah kemegahan arsitektur Masjid Raya
Baiturrahman yang menjadi ikon Provinsi Aceh, ada satu ruang yang mungkin tak
banyak disadari kehadirannya, yaitu perpustakaan. Tapi ini bukan sembarang
perpustakaan. Letaknya memang di kompleks masjid, tapi atmosfernya mengundang
siapa saja, khususnya anak muda untuk datang, duduk, membaca, dan berbagi
gagasan.
Di sinilah muncul wajah baru masjid, bukan hanya
sebagai tempat sujud dan berdo’a, tapi juga sebagai pusat tumbuhnya literasi.
Ruang baca ini menawarkan sesuatu yang berbeda, bukan sekadar rak penuh buku,
melainkan ruang dialog antara pikiran dan spiritualitas. Anak-anak muda tak
datang hanya untuk membaca buku agama; mereka berdiskusi tentang sains, budaya,
bahkan isu-isu kontemporer yang relevan dengan kehidupan mereka hari ini.
Menariknya, suasana di dalam perpustakaan terasa
tenang namun hidup. Masjid yang biasanya identik dengan kesunyian, justru
memberi kehangatan untuk belajar. Di era yang penuh distraksi digital, tempat
ini seperti oase: tak hanya sunyi dalam arti suara, tapi juga menghadirkan
ketenangan batin.
Koleksi bukunya pun beragam, dari tafsir klasik
hingga buku-buku bertema teknologi dan sosial modern. Di sinilah terjadi pertemuan
antara tradisi dan kemajuan. Satu bentuk keberanian intelektual yang layak
diapresiasi.
Tentu, ruang seperti ini tak lepas dari tantangan.
Koleksi perlu terus diperbarui, kegiatan literasi harus lebih rutin digelar,
dan kolaborasi dengan komunitas luar bisa membuat tempat ini makin hidup.
Bayangkan jika tiap bulan ada bedah buku, pelatihan menulis, atau diskusi
terbuka yang mempertemukan ustadz, dosen, anak sekolah, mahasiswa dan
masyarakat pecinta literasi. Masjid bukan hanya tempat beribadah, tapi juga
tempat membangun cara berpikir.
Perpustakaan Masjid Raya Baiturrahman adalah contoh bahwa peradaban bisa tumbuh dari tempat ibadah. Bahwa masjid bukan sekadar simbol religius, tapi juga bisa menjadi rumah ide dan gagasan. Dari lantai masjid, literasi bisa menjulang. Dan dari literasi itulah, anak-anak muda Aceh bisa tumbuh menjadi generasi yang kritis, terbuka, dan tetap berakar pada nilai spiritual.