Judul Terbaru

    Back Groud MRB (atas)


     

    Pengumuman

    Jadwal Shalat

    Etika Menutup Aib dalam Perspektif Akhlak Islam

    Kamis, 03 Juli 2025, Juli 03, 2025 WIB Last Updated 2025-07-04T00:16:58Z

     

    Haris Darmawan, ST.,MT
    (Pengurus Remaja Masjid Raya Baiturrahman)

    Oleh : Haris Darmawan, ST.,MT

    Dalam ajaran Islam, akhlak mulia menjadi fondasi penting dalam membangun tatanan masyarakat yang harmonis dan bermartabat. Salah satu bentuk implementasi akhlak tersebut adalah kewajiban menutup aib sesama Muslim. Konsep ini tidak hanya berakar pada prinsip kasih sayang dan solidaritas sosial, tetapi juga merupakan manifestasi dari nilai-nilai keadilan, empati, dan tanggung jawab moral yang tinggi.


    Menutup aib sesama Muslim berarti menjaga rahasia atau kekurangan yang dimiliki individu lain, baik yang bersifat personal maupun sosial, selama tidak menyangkut kemaslahatan publik atau pelanggaran hukum yang jelas. Tindakan ini didasarkan pada banyak dalil syar’i, antara lain sabda Nabi Muhammad SAW, "Barang siapa menutup (aib) seorang Muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat." (HR. Muslim). Hadis ini menggambarkan korelasi langsung antara perlakuan seorang hamba terhadap saudaranya dengan balasan dari Allah SWT dalam dua alam kehidupan. Menutup aib bukan hanya amal sosial, tetapi juga investasi spiritual yang menentukan keselamatan akhirat.


    Secara konseptual, tindakan menutup aib merupakan wujud nyata dari prinsip *husnuzhan* (berbaik sangka) dan *ukhuwwah Islamiyyah* (persaudaraan Islam). Islam menekankan pentingnya menjaga kehormatan dan harga diri seseorang sebagai bagian dari hak asasi yang wajib dipelihara. Dalam konteks ini, menyebarkan aib, apalagi dengan niat mempermalukan atau menjatuhkan martabat, termasuk dalam kategori *ghibah* atau bahkan *namimah*, yang keduanya dikecam keras dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Tindakan demikian tidak hanya merusak hubungan antar individu, tetapi juga berpotensi menimbulkan keretakan sosial yang lebih luas.


    Etika menutup aib juga tidak berarti membenarkan perbuatan salah atau menutupi kezaliman. Dalam situasi di mana sebuah aib berkaitan dengan kejahatan yang merugikan orang lain, maka prinsip keadilan dan kemaslahatan umum dapat menjadi pertimbangan utama untuk membuka informasi secara bijak dan proporsional. Dalam hal ini, menutup aib bersifat kontekstual dan memerlukan kebijaksanaan moral yang tinggi, agar tidak bertabrakan dengan nilai-nilai keadilan dan perlindungan terhadap yang lemah.


    Dalam praktik sosial kontemporer, terutama di era digital yang memudahkan penyebaran informasi secara instan, tantangan menjaga aib sesama menjadi semakin kompleks. Budaya *expose*, pembunuhan karakter melalui media sosial, dan hilangnya kontrol etis dalam berkomunikasi publik menjadi ancaman serius terhadap nilai-nilai akhlak Islam. Oleh karena itu, menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga aib sesama bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga kolektif masyarakat Muslim dalam membentuk ekosistem sosial yang beretika dan beradab.


    Sebagai bagian dari pembinaan akhlak, pendidikan Islam perlu menanamkan nilai ini sejak dini, agar terbentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga sensitif secara moral. Menutup aib sesama bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan moral yang mencerminkan kematangan spiritual dan kedalaman empati. Dalam perspektif Islam, akhlak yang baik adalah cermin dari keimanan, dan menjaga rahasia serta kehormatan orang lain merupakan salah satu bentuk ibadah yang sangat luhur.


    Dengan demikian, menutup aib sesama Muslim bukan hanya perintah agama, tetapi juga kebutuhan sosial dalam membangun masyarakat yang damai, saling menghargai, dan bersatu di bawah nilai-nilai kemanusiaan universal yang Islami.

    Komentar

    Tampilkan

    • Etika Menutup Aib dalam Perspektif Akhlak Islam
    • 0

    Jadwal Shalat

    ”jadwal-sholat”