
Tgk. Haris Darmawan, ST.,MT (Ketua Departemen Kajian Strategi dan Advokasi RMRB) |
Oleh : Tgk. Haris Darmawan, ST.,MT
Di
tengah dunia yang semakin terhubung secara digital, ironisnya, rasa
persaudaraan justru kerap terasa renggang. Interaksi antarmanusia kini lebih
banyak terjadi melalui layar, membuat kita mudah lupa bahwa di balik setiap
akun dan avatar, ada manusia dengan perasaan dan cerita yang nyata. Padahal,
persaudaraan adalah perekat sosial yang menjadikan hidup lebih bermakna.
Islam
sangat menekankan pentingnya ukhuwah (persaudaraan). Allah ﷻ berfirman:
“Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”
(QS.
Al-Hujurat: 10)
Memperkuat
persaudaraan bukan sekadar saling mengenal, tetapi juga menumbuhkan empati,
kepedulian, dan rasa memiliki. Ini bisa dimulai dari hal-hal sederhana: menyapa
tetangga, menghargai perbedaan pendapat, hingga bergotong royong saat ada yang
membutuhkan. Dalam konteks yang lebih luas, persaudaraan menuntut kita untuk
menolak prasangka dan membangun jembatan di atas jurang perbedaan.
Rasulullah
ﷺ bersabda:
“Seorang
Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzaliminya dan
tidak boleh membiarkannya (dalam kesulitan).”
(HR.
Bukhari dan Muslim)
Era
digital sebenarnya menyimpan potensi besar untuk mempererat persaudaraan asal
tidak terjebak dalam interaksi yang dangkal. Menggunakan teknologi untuk
menyebarkan kebaikan, mendukung gerakan sosial, atau sekadar berbagi semangat
positif dapat menjadi langkah kecil yang berdampak besar.
Persaudaraan
adalah kekuatan bangsa. Ketika masyarakat saling percaya dan mendukung satu
sama lain, tantangan sebesar apa pun dapat dihadapi bersama. Kini saatnya kita
menyalakan kembali semangat itu, bukan hanya dalam kata-kata, tetapi juga
melalui tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.