
![]() |
Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, Lc.,MA (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman) |
Surah Al-Isra’
ayat 64:
"Perdayakanlah
(wahai Iblis) siapa saja di antara mereka yang engkau sanggup dengan ajakanmu.
Kerahkanlah pasukanmu yang berkuda dan yang berjalan kaki terhadap mereka.
Bersekutulah dengan mereka dalam harta dan anak-anak, lalu berilah janji kepada
mereka.” Setan itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka” (QS. Al-Isra
ayat 63)
Ayat ini masih terkait dengan ayat sebelumnya, terkait dialog Allah
SWT dengan iblis di mana Iblis dalam lanjutan dialog Allah dengan Iblis setelah
pembangkangannya, Allah SWT memberikan izin kepada Iblis untuk menggoda manusia
sebagai bentuk ujian atas keimanan mereka. Firman Allah SWT dalam ayat ini
bukanlah bentuk restu, melainkan sebagai tantangan dan peringatan bahwa Iblis
akan diberi keleluasaan untuk menguji manusia. Para mufasir seperti Ibnu Katsir
dan Al-Qurthubi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “suara” adalah
segala bentuk seruan, rayuan, dan bisikan yang menjauhkan manusia dari
kebenaran. Termasuk dalam makna ini adalah ajakan-ajakan kepada maksiat, baik
melalui bisikan hati maupun media yang menjerumuskan.
Kata “suaramu” juga dapat diartikan lebih luas dalam konteks
zaman modern. Banyak ulama kontemporer menafsirkan bahwa suara setan bisa
terwujud dalam bentuk media hiburan yang melalaikan, propaganda yang
menyesatkan, hingga konten-konten digital yang mendorong kepada gaya hidup
hedonis dan menjauh dari nilai-nilai ilahi. Segala bentuk ajakan yang membungkus
kesesatan dengan keindahan retorika atau visual bisa menjadi alat setan untuk
menjerat manusia. Maka, penting bagi seorang Muslim untuk selektif dalam
mengonsumsi informasi dan hiburan yang ada di sekitarnya.
Allah SWT melanjutkan dengan perintah kepada Iblis agar mengerahkan
“pasukan berkuda dan berjalan kaki.” Para mufasir seperti Ath-Thabari dan
Al-Baghawi menafsirkan bahwa ini adalah kiasan dari berbagai cara dan jalan
yang digunakan setan untuk menggoda manusia. Iblis tidak bekerja sendiri; ia memiliki
pasukan dari kalangan jin dan manusia yang menjadi alat untuk menyebarkan
kebatilan. Dalam dunia nyata, ini bisa diwujudkan dalam bentuk sistem sosial,
budaya, bahkan politik yang dirancang untuk melemahkan nilai-nilai keimanan dan
menggantinya dengan paham yang menyimpang dari petunjuk Allah SWT.
Lebih lanjut, Allah SWT mengizinkan setan untuk “berserikat dalam
harta dan anak-anak.” Ini merupakan peringatan bahwa setan bisa ikut campur
dalam proses manusia memperoleh dan menggunakan harta, serta dalam pendidikan
dan pembentukan karakter anak-anak. Berserikat dalam harta bisa terjadi ketika
harta diperoleh secara haram, digunakan untuk kemaksiatan, atau tidak
ditunaikan hak-haknya seperti zakat. Sementara itu, berserikat dalam anak-anak
bisa terjadi melalui pendidikan yang menjauh dari agama, pola asuh yang liberal
tanpa nilai ilahi, serta pengaruh lingkungan yang buruk. Semua ini menjadi
sarana bagi setan untuk menguasai generasi manusia. Iblis atau setan juga
memberikan janji-janji kepada manusia. Namun, sebagaimana dijelaskan dalam ayat
ini, “dan tidak ada yang dijanjikan setan kepada mereka melainkan tipuan
belaka.” Janji-janji itu bisa berupa harapan kekayaan tanpa batas, kenikmatan
dunia tanpa akhir, atau kebebasan tanpa tanggung jawab. Dalam tafsir As-Sa'di,
dijelaskan bahwa janji-janji ini bersifat menipu karena tidak pernah mengarah
pada kebaikan hakiki, melainkan menjerumuskan ke dalam kesesatan yang dihiasi
dengan kenikmatan semu. Setan membungkus maksiat dengan imajinasi kebahagiaan
agar manusia terlena dan tidak sadar akan bahaya yang mengintai.
Ala kulli hal, dari ayat ini
kita memahami bahwa Iblis dan setan akan terus berusaha menggoda manusia dengan
segala cara, melalui suara, jaringan, harta, anak, hingga janji-janji palsu.
Namun, ayat-ayat berikutnya menjelaskan bahwa hamba-hamba Allah yang ikhlas dan
lurus jalannya tidak akan mampu disentuh oleh godaan tersebut. Maka, ayat ini
menjadi seruan untuk membentengi diri dengan keimanan yang kokoh, menjauhi
sarana-sarana yang membuka pintu bagi setan, dan terus menyandarkan diri kepada
Allah SWT agar selamat dari tipu daya yang halus namun berbahaya itu. Kesadaran
dan kewaspadaan inilah yang akan menjaga manusia tetap teguh di tengah arus
godaan dunia.Wallahu al-musta’an.