Judul Terbaru

    Back Groud MRB (atas)


     

    Pengumuman

    Jadwal Shalat

    Seruan dan Janji Iblis, antara Rayuan Dunia dan Kewaspadaan Iman

    Rabu, 30 Juli 2025, Juli 30, 2025 WIB Last Updated 2025-07-31T03:56:18Z

    Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, Lc.,MA
    (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman)

     

    Surah Al-Isra’ ayat 64:

    "Perdayakanlah (wahai Iblis) siapa saja di antara mereka yang engkau sanggup dengan ajakanmu. Kerahkanlah pasukanmu yang berkuda dan yang berjalan kaki terhadap mereka. Bersekutulah dengan mereka dalam harta dan anak-anak, lalu berilah janji kepada mereka.” Setan itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka” (QS. Al-Isra ayat 63)


    Ayat ini masih terkait dengan ayat sebelumnya, terkait dialog Allah SWT dengan iblis di mana Iblis dalam lanjutan dialog Allah dengan Iblis setelah pembangkangannya, Allah SWT memberikan izin kepada Iblis untuk menggoda manusia sebagai bentuk ujian atas keimanan mereka. Firman Allah SWT dalam ayat ini bukanlah bentuk restu, melainkan sebagai tantangan dan peringatan bahwa Iblis akan diberi keleluasaan untuk menguji manusia. Para mufasir seperti Ibnu Katsir dan Al-Qurthubi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “suara” adalah segala bentuk seruan, rayuan, dan bisikan yang menjauhkan manusia dari kebenaran. Termasuk dalam makna ini adalah ajakan-ajakan kepada maksiat, baik melalui bisikan hati maupun media yang menjerumuskan.


    Kata “suaramu” juga dapat diartikan lebih luas dalam konteks zaman modern. Banyak ulama kontemporer menafsirkan bahwa suara setan bisa terwujud dalam bentuk media hiburan yang melalaikan, propaganda yang menyesatkan, hingga konten-konten digital yang mendorong kepada gaya hidup hedonis dan menjauh dari nilai-nilai ilahi. Segala bentuk ajakan yang membungkus kesesatan dengan keindahan retorika atau visual bisa menjadi alat setan untuk menjerat manusia. Maka, penting bagi seorang Muslim untuk selektif dalam mengonsumsi informasi dan hiburan yang ada di sekitarnya.


    Allah SWT melanjutkan dengan perintah kepada Iblis agar mengerahkan “pasukan berkuda dan berjalan kaki.” Para mufasir seperti Ath-Thabari dan Al-Baghawi menafsirkan bahwa ini adalah kiasan dari berbagai cara dan jalan yang digunakan setan untuk menggoda manusia. Iblis tidak bekerja sendiri; ia memiliki pasukan dari kalangan jin dan manusia yang menjadi alat untuk menyebarkan kebatilan. Dalam dunia nyata, ini bisa diwujudkan dalam bentuk sistem sosial, budaya, bahkan politik yang dirancang untuk melemahkan nilai-nilai keimanan dan menggantinya dengan paham yang menyimpang dari petunjuk Allah SWT.


    Lebih lanjut, Allah SWT mengizinkan setan untuk “berserikat dalam harta dan anak-anak.” Ini merupakan peringatan bahwa setan bisa ikut campur dalam proses manusia memperoleh dan menggunakan harta, serta dalam pendidikan dan pembentukan karakter anak-anak. Berserikat dalam harta bisa terjadi ketika harta diperoleh secara haram, digunakan untuk kemaksiatan, atau tidak ditunaikan hak-haknya seperti zakat. Sementara itu, berserikat dalam anak-anak bisa terjadi melalui pendidikan yang menjauh dari agama, pola asuh yang liberal tanpa nilai ilahi, serta pengaruh lingkungan yang buruk. Semua ini menjadi sarana bagi setan untuk menguasai generasi manusia. Iblis atau setan juga memberikan janji-janji kepada manusia. Namun, sebagaimana dijelaskan dalam ayat ini, “dan tidak ada yang dijanjikan setan kepada mereka melainkan tipuan belaka.” Janji-janji itu bisa berupa harapan kekayaan tanpa batas, kenikmatan dunia tanpa akhir, atau kebebasan tanpa tanggung jawab. Dalam tafsir As-Sa'di, dijelaskan bahwa janji-janji ini bersifat menipu karena tidak pernah mengarah pada kebaikan hakiki, melainkan menjerumuskan ke dalam kesesatan yang dihiasi dengan kenikmatan semu. Setan membungkus maksiat dengan imajinasi kebahagiaan agar manusia terlena dan tidak sadar akan bahaya yang mengintai.


    Ala kulli hal, dari ayat ini kita memahami bahwa Iblis dan setan akan terus berusaha menggoda manusia dengan segala cara, melalui suara, jaringan, harta, anak, hingga janji-janji palsu. Namun, ayat-ayat berikutnya menjelaskan bahwa hamba-hamba Allah yang ikhlas dan lurus jalannya tidak akan mampu disentuh oleh godaan tersebut. Maka, ayat ini menjadi seruan untuk membentengi diri dengan keimanan yang kokoh, menjauhi sarana-sarana yang membuka pintu bagi setan, dan terus menyandarkan diri kepada Allah SWT agar selamat dari tipu daya yang halus namun berbahaya itu. Kesadaran dan kewaspadaan inilah yang akan menjaga manusia tetap teguh di tengah arus godaan dunia.Wallahu al-musta’an.


    Komentar

    Tampilkan

    • Seruan dan Janji Iblis, antara Rayuan Dunia dan Kewaspadaan Iman
    • 0

    Jadwal Shalat

    ”jadwal-sholat”