Mukjizat Al-Qur'an, Pedoman Abadi Umat Islam

 

Prof. Tgk. H. Fauzi Saleh, MA
(Penceramah Masjid Raya Baiturrahman)

Dalam kehidupan modern yang serba cepat ini, manusia membutuhkan pedoman agar tidak tersesat. Islam telah menyiapkan pedoman itu melalui empat sumber utama syariat: Al-Qur’an, Sunnah Rasul, ijmak ulama, dan qiyas. Dari semua sumber tersebut, Al-Qur’an menempati posisi tertinggi.

Kitab suci ini bukan sekadar bacaan, melainkan firman Allah SWT yang diturunkan dari Lauhul Mahfuz ke langit dunia, lalu disampaikan secara bertahap oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Proses turunnya berlangsung selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Turun secara berangsur-angsur membuat Al-Qur’an mudah dipahami dan langsung menjawab kebutuhan umat kala itu. Hingga kini, ayat-ayatnya tetap segar dan relevan untuk setiap zaman.

Mukjizat Nabi yang Tak Pernah Pudar

Setiap rasul Allah memiliki mukjizat. Nabi Musa AS diberi tongkat yang mampu berubah menjadi ular, Nabi Isa AS dengan izin Allah bisa menyembuhkan orang sakit bahkan menghidupkan orang mati. Sementara itu, Nabi Muhammad SAW dikaruniai mukjizat terbesar: Al-Qur’an.

Keistimewaan Al-Qur’an adalah sifatnya yang abadi. Mukjizat nabi-nabi terdahulu terbatas pada zamannya, sedangkan Al-Qur’an tetap ada, terjaga, dan bisa dirasakan keagungannya hingga kini. Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)

Tantangan yang Mustahil Ditandingi

Al-Qur’an bukan hanya indah dari sisi bahasa, tetapi juga menyimpan petunjuk hidup yang sempurna. Allah bahkan menantang manusia untuk menandinginya:

“Jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al-Qur’an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.” (QS. Al-Isra: 88)

Sejarah mencatat, Musailamah Al-Kazzab pernah mencoba meniru Al-Qur’an dengan membuat bacaan tentang seekor gajah. Namun, karyanya hanya menjadi bahan ejekan, membuktikan bahwa kemukjizatan Al-Qur’an tak tertandingi.

Petunjuk Hidup Sepanjang Masa

Al-Qur’an hadir untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia: hubungan dengan Allah (hablun minallah) maupun hubungan dengan sesama (hablun minannas). Namun, membacanya memerlukan kehati-hatian. Setiap huruf, kata, hingga tanda baca memiliki arti mendalam.

Sebagai contoh, dalam Surah Al-Ma’un disebutkan:

“Maka celakalah orang-orang yang shalat.” (QS. Al-Ma’un: 4)

Jika ayat ini diputus, maknanya bisa menyesatkan. Padahal harus disambung dengan ayat berikutnya:

“(yaitu) orang-orang yang lalai dalam shalatnya.” (QS. Al-Ma’un: 5)

Karena itu, umat Islam tidak cukup hanya membaca Al-Qur’an dengan tartil, tetapi juga dituntut mempelajari tajwid dan tafsirnya. Rasulullah SAW bersabda:

“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Ayat Fenomenal dalam Al-Fatihah

Al-Qur’an terdiri dari 6.666 ayat. Di antaranya, Surah Al-Fatihah menempati posisi istimewa sebagai Ummul Qur’an. Salah satu ayatnya yang paling fenomenal adalah:

“Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in.”

(“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.”) (QS. Al-Fatihah: 5)

Ayat ini menjadi inti dari penghambaan manusia. Kita menyatakan diri sebagai hamba Allah, sekaligus mengakui kelemahan dan ketergantungan penuh kepada pertolongan-Nya.

Penutup

Al-Qur’an adalah mukjizat agung yang Allah wariskan untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Ia bukan hanya kitab bacaan, tetapi cahaya yang membimbing, penawar hati yang resah, dan pedoman hidup yang sempurna.

Tugas kita sebagai umat Rasulullah SAW adalah membaca, memahami, dan mengamalkan isi Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Dengan itu, Al-Qur’an benar-benar menjadi cahaya yang tak pernah padam, membawa kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat.