![]() |
| (Tgk. H. Muchtaruddin Budiman (Abu Mekkah)) (Pimpinan Dayah dan ASN Kanwil Kemenag Aceh) |
Oleh : TGK. H. MUCHTARUDDIN BUDIMAN (ABU MEKKAH)
JABATAN/INSTANSI
: PIMPINAN ABU MEKKAH TRAVEL
Hadirin
para jamaah jum’at yang di rahmati ALLAH SWT.
Pertama
tama khatib mengajak jamaah sekalian untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
kepada sang pencipta ALLAH SWT dan bersyukur kepadanya atas segala rahmat yang
telah ALLAH anugerahkan kepada kita semua yang tidak sanggup kita hinggakan
nya.
Shalawat
beriring salam mari kita persembahkan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad
saw yang telah membawa umat manusia dari alam jahiliyah kepada alam islamiyah.
Kaum
muslimin sidang jamaah jum’at rahimakumullah.
Tema Khutbah kita hari ini ialah : Bagaimana Cara Rasulullah SAW Mepersatukan Umat. Umat Islam kini menghadapi ujian besar: banyak, tapi tercerai-berai; ramai, tapi tak bersatu. Sebagian dipecah oleh kepentingan politik, sebagian karena perbedaan mazhab dan pandangan, sebagian karena media sosial yang menyulut permusuhan. Padahal Islam datang bukan untuk memecah, melainkan untuk mempersatukan.
Rasulullah saw diutus di tengah masyarakat Arab yang terbelah suku dan kabilah, hidup dalam dendam dan perang berkepanjangan. Namun hanya dalam waktu 23 tahun, beliau mampu mengubah bangsa yang bercerai menjadi satu umat yang kuat, bersaudara dalam aqidah dan berjuang di bawah satu panji: Lā ilāha illallāh, Muhammadur Rasūlullāh.
Maka pertanyaan yang muncul di benak kita,
bagaimana cara Rasulullah saw berhasil mempersatukan umat? Maka mungkin
ada beberapa hal yang apabila
dilihat dan membaca sirah nabi kita akan mendapatkan
jawabannya:
1. Nabi Mempersatukan dengan Aqidah Tauhid
Persatuan sejati tidak mungkin terwujud tanpa pondasi aqidah yang satu. Rasulullah tidak mengikat umat dengan darah, warna kulit, bahasa, atau tanah air - tetapi dengan iman kepada Allah.
Tauhid adalah sumber utama persaudaraan. Ketika hati bersatu dalam tauhid, perbedaan kecil tidak akan memecah belah. Namun ketika iman melemah, dunia dan ego menjadi pengganti Allah SWT, maka pecahlah umat.
Maka Allah menegasakan di dalam al Quran akan persaudaraan orang-orang beriman, dan hanya membatasi khusus terhadap orang beriman dan menafikan yang lainnya. Allah berfirman: “Sesungguhnya hanya orang-orang mukmin itu bersaudara”.
2.
Nabi Menyucikan Hati dari Fanatisme
dan Kebencian
Rasulullah saw datang untuk menghapus fanatisme suku (‘ashabiyyah). Beliau bersabda:
Beliau mengajarkan dan menekankan bahwa kemuliaan
seseorang bukan pada sukunya,
tetapi pada takwanya. Hal senada sesuai dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala: "Sesungguhnya
yang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah adalah
orang yang paling bertakwa”.
3.
Nabi Membangun
Ukhuwah dengan Keadilan
dan Kasih Sayang
Rasulullah saw tidak hanya menyuruh
bersaudara, tetapi menegakkan keadilan di antara mereka. Beliau memperlakukan
kaya dan miskin dengan sama, menghormati hak
perempuan, membela orang
lemah, dan memberi tempat kepada
semua golongan.
Di Madinah, Nabi membuat Piagam
Madinah (Shahīfah al-Madīnah) konstitusi
pertama dalam sejarah yang menjamin kebebasan beragama dan perdamaian antara Muslim, Yahudi, dan suku-suku lain. Beliau
menjadikan Madinah sebagai model
masyarakat yang damai dan bersatu dalam perbedaan serta menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan.
4.
Nabi Mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar
Ketika kaum Muhajirin hijrah ke Madinah tanpa harta, tanpa keluarga, kaum Anshar menyambut mereka dengan hati terbuka. Rasulullah saw mempersaudarakan mereka secara langsung. Sahabat Anshar berkata kepada saudaranya Muhajir: “Aku punya dua rumah, pilihlah satu. Aku punya dua kebun, ambillah satu”. Inilah puncak ukhuwah mendahulukan saudaranya daripada dirinya sendiri. Allah memuji mereka: Dan mereka mengutamakan (saudaranya) atas diri mereka sendiri, meskipun mereka memerlukan.”
5. Nabi Mengajarkan Musyawarah dan Adab Berbeda Pendapat
Rasulullah ﷺ tidak bersikap diktator. Beliau selalu bermusyawarah, sebagaimana diperintahkan Allah: “dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting)”.
Beliau mendengar pendapat sahabat, bahkan kadang menerima pendapat mereka walauberbeda dengan pendapatnya. Dari sinilah lahir budaya dialog dan saling menghormati, bukan saling menyalahkan bahkan menyesatkan. Perbedaan di kalangan sahabat tidak membuat mereka bermusuhan, karena hati mereka tetap bersatu dalam keimanan.
6. Nabi Menyatukan dengan Akhlak yang Lemah Lembut
Nabi ﷺ selalu mengutamakan sikap yang tegas disertai lemah lembut di dalam mempersatukan umat. Maka tidak salah apabila Nabi ﷺ menjadi suri tauladan terbaik bagi kaum muslimin dan bukan kaum muslimin. Akhlak inilah yang telah mempersatukan umat di dalam cinta dan ketaatan kepada Allah subhanahu wa taala. Allah berfirman:
Lemah lembut, empati, dan sabar — itulah senjata Nabi dalam mempersatukan umat. Bukan dengan marah, bukan dengan mencaci, tapi dengan cinta yang menuntun kepada kebenaran.
7. Nabi Menumbuhkan Cinta di Antara Umat
Beliau bersabda:
" Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman, dan tidak akan beriman hingga kalian saling mencintai.” (HR. Muslim)
Wahai jamaah yang dirahmati Allah,
Ketahuilah bahwa persatuan adalah rahmat, dan perpecahan adalah azab. Allah tidak akan menolong umat yang tercerai-berai, karena kemenangan hanya diberikan kepada barisan yang rapi dan bersatu.
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam satu barisan, seakan-akan mereka suatu bangunan yang tersusun kukuh”.
Jamaah salat jumat yang Allah muliakan
Di akhir khutbah yang singkat ini, mari sama-sama kita renumgkan, kita sering membangga diri dengan jumlah umat Islam yang besar, tetapi apa artinya jumlah jika hati kita terpisah?
Kita bangga dengan masjid megah, tapi kadang di dalamnya masih ada bisik-bisik permusuhan. Padahal Rasulullah ﷺ mengingatkan: "Muslim sejati adalah orang yang kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka mari kita introspeksi: Apakah kita menjadi sebab persatuan atau penyebab perpecahan? Apakah lidah kita menyejukkan atau menyulut api? Persatuan umat dimulai dari lisan yang jujur, hati yang bersih, dan niat yang ikhlas.
KHATIB : TGK. H. MUCHTARUDDIN BUDIMAN (ABU MEKKAH)
JABATAN/INSTANSI : PIMPINAN ABU MEKKAH TRAVEL

.jpg)

.jpg)

