-->

Back Groud MRB (atas)


 

Pengumuman

Jadwal Shalat

Sikap Umat Islam terhadap Bank Islami

mrb
Thursday, December 11, 2025, December 11, 2025 WIB Last Updated 2025-12-12T04:58:18Z

 

Dr. Tgk. Jabbar Sabil, MA
(Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry)


Oleh : Dr. Tgk. Jabbar Sabil, MA

Pada Khatib Jumat 12 Desember 2024 di Masjid Raya Baiturrahman


Sikap Umat Islam terhadap Bank Islami


Bank bukanlah lembaga yang murni lahir dari rahim sejarah Islam sebagaimana halnya Baitul Mal, dari itu kita memakai istilah Bank Islami. Catatan sejarah menunjukkan bahwa sistem perbankan modern seperti yang kita kenal hari ini diadopsi pertama sekali oleh umat Islam di Kairo (Mesir) tahun 1963 M. Maka kata Bank Islami di sini menunjukkan adanya penyesuaian konsep, prosedur dan tujuan sehingga sejalan dengan ajaran Islam. Meski telah dilakukan penyesuaian, terutama untuk menghindari praktik riba, namun tidak sedikit umat Islam yang ragu dengan keberkahan sistem perbankan tersebut. Hal ini menuntut telaah kiritis tentang bagaimana seharusnya sikap umat Islam terhadap Bank Islami.


Hadirin jamaah Jum’at yang dirahmati Allah.


Melihat fungsinya, perbankan adalah lembaga yang didirikan untuk menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Fungsi ini masuk dalam kewajiban pemerintah karena perintah Allah pada ayat
berikut:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (Q.S. al-Nisa’: [4] 58).


Dalam rangka menjalankan perintah untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak, maka lembaga perbankan mejadi sarana (
wasā’il) untuk mencapai tujuan (maqāṣid). Para ulama menetapkan kaedah maqāṣidiyyah, bahwa terhadap sarana itu berlaku hukum tujuan (lil wasā’il hukm al-maqāṣid). Oleh karena itu, untuk menyikapi Bank Islami, kita harus memedomani kaedah wasā’il berikut ini:


إذا تعددت الوسائل الى المقصد الواحد فتعتبر الشريعة في التكليف بتحصيلها أقوى تلك الوسائل تحصيلا للمقاصد المتوسل إليه بحيث يحصل كاملا، راسخا، عاجلا، ميسورا.


Apabila ada beberapa sarana (wasā’il) yang mengantar pada tujuan yang satu (maqāṣid), maka iktibar syariat dalam taklif melakukannya adalah yang terkuat di antara sarana tersebut dalam menghasilkan tujuan yang hendak dicapai, yaitu sekiranya tujuan terwujud sempurna, langsung, cepat dan mudah.


Berdasarkan kaedah ini, nampak ajaran Islam itu jelas sekali, yaitu mewajibkan umat Islam untuk mencapai tujuan syariat. Masalahnya terletak pada sarana yang dipilih, maka sikap kritis harus ditujukan pada detail konsep dan prosedur yang dipakai sebagai sarana. Mengingat kritik ini menuntut perangkat ilmiah yang kompleks, maka Islam tidak membebankan upaya kritis kepada seluruh individu umat, tapi menjadikannya sebagai kewajiban kepada ulama. Dalam hal ini, para ulama melakukan penelitian dan evaluasi terhadap sistem perbankan yang ada, dan mengkaji hukum perikatan serta ragam transaksi dalam Islam. Barulah kemudian para ulama merumuskan sistem perbankan Islami, dan ini tetap terbuka untuk diuji oleh setiap individu umat asalkan mematuhi prinsip-prinsip ilmiah.


Mengingat pemerintah telah memilih satu sarana, yaitu sistem perbankan, maka ini dievaluasi berdasar kaidah; bahwa setiap transaksi yang berlaku fasid, atau menolak kebaikan, maka itu dilarang (kullu taṣarruf jarra fas
ādan, aw dafa‘a ṣilāḥan, fa huwa manhiyun ‘anhu). Kaedah ini menjadi dasar untuk menentukan sikap terhadap sistem perbankan syariah yang berlaku sekarang.


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI; 2008, 1303), kata sikap berarti perbuatan yang berdasarkan pada pendirian atau keyakinan. Maka sikap umat Islam terhadap Bank Islami haruslah berdasar ajaran Al-Qur’an yang merupakan dasar bagi pendirian atau keyakinan umat Islam.


Hadirin jamaah Jum’at yang dirahmati Allah.


Kiranya tidak perlu diragukan lagi konsep dan prosedur yang telah dirumuskan oleh para ulama seperti yang bisa kita baca di dalam kitab-kitab mereka. Hanya saja ada masalah dalam praktik yang tentu saja bisa diperbaiki secara perlahan. Masalah ini cukup kompleks, mulai dari penyediaan sumber daya yang trampil, sampai pada pembiasaan budaya kerja Islami.


Tantangan terberat kita adalah dalam membangun sikap Islami, yaitu perbuatan yang didasarkan pada pendirian atau keyakinan Islami. Ini menjadi berat karena lingkungan kita dipengaruhi oleh berbagai paradigma pikir, seperti kapitalisme, sekularisme, bahkan hedonisme dan konsumerisme. Paradigma ini merasuk ke dalam lingkungan perbankan seiring pencitraan modernitas dunia perbankan itu sendiri. Sayangnya sedikit umat Islam yang menghadirkan paradigma Islami untuk menyuplai kebutuhan pencitraan dunia perbankan. Namun ini bukan alasan untuk bersikap pesismis terhadap Bank Islami, dan tidak ada kata terlambat.
Wallahu a‘lam bish shawab.

Komentar

Tampilkan

  • Sikap Umat Islam terhadap Bank Islami
  • 0


Jadwal Shalat

”jadwal-sholat”