Judul Terbaru

    Back Groud MRB (atas)


     

    Pengumuman

    Jadwal Shalat

    ZAKAT YANG MASHLAHAT

    Kamis, 27 Maret 2025, Maret 27, 2025 WIB Last Updated 2025-04-11T01:10:04Z

    Dr. H. Mohd. Heikal, SE., MM

    Zakat dan kemashlatan ibarat dua sisi mata uang, karena tidak hanya sebagai sebuah kewajiban finansial dalam keislaman seorang hamba, sebagai rukun Islam ketiga ia bahkan menjadi mashlahat sosial sebagai bukti bahwa setiap muslim sebagai insan beriman memiliki rasa kasih sayang dan bentuk kepedulian yang diikat oleh semangat persaudaraan sehingga membawa dampak secara ekonomi dalam kehidupan ummat karena Islam adalah agama yang mengedepankan kebersamaan, maka zakat merupakan ibadah pertama yang disyariatkan dalam Islam untuk mengatur dan menciptakan kesejahteraan sosial dan keseimbangan ekonomi. Zakat disamping membawa kemashlahatan secara komunal ia juga memiliki pengaruh secara personal atas siapa saja yang menjalankan perintah tersebut bahkan secara kejiwaan oleh para psikolog menemukan bahwa perasaan senang dan ridha setelah mengeluarkan zakat akan menguatkan sistem kekebalan tubuh.


    Pada masa Muawiyah sebagaimana dalam kitab Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa zakat dikelola dan dipergunakan oleh negeri untuk mendanai kaum muslimin di wilayah perbatasan dengan Byzantium dimana penduduk miskin disana dijanjikan harta oleh para misionaris untuk pindah agama dan kewarganegaraan, juga zakat yang dikelola oleh baitul maal saat itu juga untuk menjaga stabilitas ekonomi dan harga kebutuhan pokok penduduk serta untuk mendanai pasukan penja perbatasan. Maka zakat tidak hanya menjadi kewajiban mâliyah (materi), ia juga menjadi salah satu fondasi dari sistem keuangan dan ekonomi Islam yang merepresentasikan diri sebagai sumber utama dalam pembiayaan adh-dhamân al-ijtimâ’i (jaminan sosial) bahkan juga sebagai bentuk jihâd di jalan Allah karena perannya yang sangat krusial dalam kehidupan umat dan tujuan utama dari pengelolaan dan pendayagunaan zakat itu sendiri pada dasarnya adalah apa saja yang dapat memberikan dan melanggengkan kemaslahatan bagi seluruh masyarakat beserta ikhtiar kearah tersebut. Pengelolaan yang baik, zakat dapat menjadi sumber dana potensial yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum.


    Indonesia sebagai negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam tentu memiliki potensi zakat yang luarbiasa besar, diprediksi sekitar 326,7 Triliun dan Aceh sendiri diprediksi mendekati angka 4 Triliun namun realisasinya masih jauh dari harapan. Tentu ini yang harus menjadi perhatian seluruh pemangku kepentingan agar potensi tersebut biasa direalisasikan secara optimal sehingga zakat benar-benar menjadi instrument kesejahteraan umat. Maka memberikan kemudahan dan meningkatkan partisipasi para muzakki tentu harus menjadi perhatian utama.


    Secara harfiah, zakat adalah tumbuh dan berkembang, secara syariat maka zakat adalah harta dalam kadar tertentu yang wajib dibayarkan oleh seseorang jika hartanya telah mencapai nishab, dan bagian harta itu kemudian didistribusikan kepada ashnaf yang telah ditentukan. Tujuan dari zakat itu sendiri adalah untuk menyucikan jiwa sipemilik harta dari kotoran yang berbentuk bakhil dan kikir. Al-qur’an menjelaskan dalam surah At-Taubah ayat 103 Allah berfirman:

    خُذۡ مِنۡ اَمۡوَالِهِمۡ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيۡهِمۡ بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡ‌ؕ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمۡ‌ؕ وَاللّٰهُ سَمِيۡعٌ عَلِيۡمٌ


    Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”


    Berdasarkan ayat diatas maka menjadi sistem pengumpulan, pendistribusian, dan pemanfaatan yang optimal, efektif dan efisien. Dari berbagai sumber dan pendapat para ahli serta praktisi bahwa persoalan regulasi dan political will yang kurang mendukung, ketidakpercayaan para muzakki terhadap institusi dan organisasi pengelola zakat baik swasta maupun pemerintah, hingga masalah internal pengelola zakat itu sendiri, seperti kurang accountable, lack of transparency dan masalah manajerial. Apalagi saat sekarang ini dimana teknologi berkembang begitu pesat sehingga tata kelola dan manajemen zakat harus beradaptasi dengan era digitalisasi saat ini. Bagaimana menjadikan pengelolaan dan manajemen zakat yang terintegrasi menjadi penting dan tidak ada tawar menawar, sehingga zakat memiliki dampak baik bagi muzakki apalagi kepada mustahik.


    Khusus untuk Aceh, salah satu persoalan regulasi yang masih “mengganjal” dimana hingga saat ini belum lahir Peraturan Pemerintah terkait integrasi sistem zakat dan pajak sebagaimana telah diatur dalamPasal 192, Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA) yang menyatakan bahwa zakat yang telah ditunaikan dapat dikurangkan dari jumlah pajak yang harus dibayar (biasa disebut “zakat pengurang pajak”). Tentu ini menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan sehingga memberikan kepastian dan kenyamanan kepada para muzakki.


    Selanjutnya pemanfaatkan platform digital, teknologi seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan blockchain, serta upaya-upaya berbasis komunitas secara offline sebagai sebuah strategi yang hingga saat ini berkonstribusi besar dalam pengumpulan zakat terutama disaat seperti bulan Ramadhan karena bulan ini tepat menjadi tujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang kekuatan zakat dan pentingnya kolaborasi, sehingga baitul maal dapat memastikan bahwa zakat tidak hanya menjangkau orang yang tepat, tetapi juga memberikan dampak jangka panjang bagi masyarakat yang membutuhkan dan bahwa platform digital menawarkan cara yang lebih efisien dan terukur untuk mengumpulkan donasi, terutama di kalangan generasi yang melek digital. Kecerdasan buatan misalnya, akan sangat membantu Baitul maal untuk menilai dan memprioritaskan bantuan secara lebih efisien dengan memproses data-data demografi, ekonomi, dan lingkungan sehingga dapat menunjukkan dengan tepat wilayah-wilayah dimana para mustahik yang paling rentan dan menghindari terjadinya penerima manfaat ganda. Adapun teknologi yang bernama blockchain, dengan buku besar yang transparan dan tidak dapat diubah, menawarkan tingkat akuntabilitas baru, yang memungkinkan para muzakki “melacak” perjalanan zakat mereka mulai dari menunaikannya hingga pencairan, Penerapan teknologi Blockchain dalam pengelolaan zakat akan membuat proses distribusi dan transaksi dana menjadi lebih meyakinkan.


    Sedangkan platform media sosial yang kini menjadi saluran komunikasi kekinian juga telah muncul sebagai alat yang penting dalam membangun kampanye tentang zakat, seperti pemanfaatan Instagram, Facebook, dan Twitter dimana kemudian memungkinkan organisasi pengelola zakat untuk berinteraksi dengan basis donatur global, meningkatkan kesadaran melalui konten edukasi dan kisah-kisah penerima manfaat, serta success story para mustahik menjadi cara-cara baru dalam tata kelola zakat, dan mempromosikan transparansi organisasi, tetapi juga dalam memfasilitasi donasi langsung. Selanjutnya bagaimana melibatkan dan menghadiran tokoh-tokoh yang berpengaruh seperti para Abu dari Dayah, public figure untuk memperkuat proses pengambilan keputusan muzakki. Tokoh-tokoh ini membantu membangun kepercayaan dan mengarahkan para followers mereka untuk berkontribusi pada organisasi yang kredibel. Dengan mengadopsi pendekatan holistik dalam beramal, zakat tidak hanya dapat memberikan bantuan langsung, tetapi juga membantu memutus siklus kemiskinan untuk jangka panjang.


    Kolaborasi seluruh stakeholder, akademisi, dan pembuat kebijakan menjadi sangat penting guna menetapkan kerangka kerja regulasi yang memaksimalkan potensi teknologi ini dalam pengelolaan zakat, sehingga zakat memberikan mashlahat bagi umat.


    Betapa pentingnya zakat, sehingga Rasulullah tidak hanya mengancam orang-orang yang tidak mau membayar zakat dengan hukuman di akhirat saja, tapi justru ancaman yang disampaikan oleh baginda Rasul kepada mereka yang enggan memberikan hak-hak fakir miskin tersebut dengan hukuman yang konkrit didunia, sebagaimana sabda beliau dalam hadits: “Golongan orang-orang yang tidak membayar zakat akan ditimpa kelaparan dan kemarau yang panjang.” (Hadits Riwayat Thabrani).


    Mari jadikan Ramadhan ini sebagai momentum untuk melakukan penataan ulang akan tata kelola zakat sehingga menjadi lebih mashlahat. 


    *) Disampaikan pada Khutbah Jum’at, tanggal 28 Maret 2025 di Masjid Raya Baiturrahman

         Banda Aceh


    **) Dr. H. Mohd. Heikal, SE.,MM: Direktur Pengelola Usaha – Universitas Malikussaleh

          Lhokseumawe dan Dosen Program Studi Manajemen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis


    Komentar

    Tampilkan

    • ZAKAT YANG MASHLAHAT
    • 0

    Jadwal Shalat

    ”jadwal-sholat”