Judul Terbaru

    Back Groud MRB (atas)


     

    Pengumuman

    Jadwal Shalat

    MEMELIHARA ADAT ISLAMI

    Kamis, 08 Mei 2025, Mei 08, 2025 WIB Last Updated 2025-05-08T23:32:40Z

     

    Dr. H. Syukri Muhammad Yusuf, Lc., MA
    (Kepala Sekretariat Majelis Adat Aceh)


    Segala puji hanya bagi Allah ﷻ yang telah menyempurnakan agama ini dengan petunjuk dan kebenaran. Shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ, suri teladan terbaik dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam membina akhlak dan membentuk adat yang diridhai oleh Allah.

    Adat merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, termasuk di Aceh. Mulai dari hal-hal yang berhubungan dengan siklus hidup, kehidupan beragama, hubungan kemasyarakatan, ekonomi dan lingkungan, semuanya diatur dan dijalankan dengan adat. Baik dalam bentuk pengaturan tata cara upacara, berbahasa, maupun dalam bentuk aturan yang mengikat (hukum adat).

    Hari ini, mari kita renungkan bersama sebuah tema penting tentang “Memelihara Adat Islami”. Adat Islami bukanlah sekadar budaya turun-temurun tanpa dasar yang kuat dan utuh, melainkan merupakan warisan yang hidup dari ajaran Rasulullah , yang bersumber dari wahyu Ilahi dan diamalkan oleh para sahabat.

    Memelihara adat Islami berarti melestarikan, menjaga, merawat, dan mempertahankan berbagai tradisi dan praktik keagamaan Islam yang ada di tengah masyarakat. Ini melibatkan berbagai upaya, mulai dari mengenali dan menghargai tradisi tersebut, hingga meneruskannya kepada generasi berikutnya melalui pendidikan, kegiatan budaya, dan berbagai bentuk interaksi sosial.

    Menjaga adat Islami berarti menjaga identitas dan jati diri umat Islam, karena sejatinya adat yang Islami akan melahirkan masyarakat yang berakhlak mulia, saling tolong-menolong, dan menjaga ukhuwah.

    Hubungan Adat dan Syariat

    Islam adalah agama yang lengkap dan fleksibel, mampu hidup berdampingan dengan budaya apa pun, selama budaya tersebut tidak bertentangan dengan syariat. Para ulama sejak dahulu telah membahas tentang hubungan antara adat (tradisi) dan hukum Islam.

    Dalam konteks Aceh, adat telah dibentuk dan diselaraskan sedemikian rupa dengan syariat Islam. Sehingga jika terdapat kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan dengan syariat, maka kebiasaan itu tidak diakomodir sebagai adat Aceh. Hal ini selaras dengan nilai dasar dari adat Aceh yang menegaskan bahwa: “Adat ngon hukom lage zat ngon sifeut”. Artinya hubungan adat dan syariat, seperti hubungan antara zat dengan sifat dari suatu benda. Jika ada kebiasaan yang bertentangan dengan syariat, maka dinyatakan “bateu” (batal, tidak sah). Selain itu juga ditegaskan dalam bentuk hubungan lain, yaitu: “Adat ngon hukom lage mata itam ngon mata puteh”. Artinya hubungan adat dan syariat, seperti hubungan bagian mata yang hitam dengan yang putih, keduanya saling melengkapi untuk menguatkan fungsinya.

    Berdasarkan nilai-nilai dasar tersebut di atas, tumbuh dan berkembanglah berbagai adat dalam kehidupan masyarakat Aceh, dari dahulu hingga sekarang. Sejak era kesultanan Aceh hingga era pasca kolonial.

    Proses tumbuh dan berkembangnya adat Aceh pada masa dahulu tidak terjadi begitu saja, artinya tidak dibiarkan secara bebas kepada masyarakat luas. Akan tetapi dikawal oleh penguasa pada saat itu dan oleh para ulama. Dalam hal ini, ulama-lah yang mengkaji dan memutuskan suatu kebiasaan dapat diangkat dan diterima sebagai adat, setelah para ulama meninjaunya dari sisi syariat dan mempertimbangkan dari sisi manfaat dan kemaslahatan bagi umat. Melalui tahapan penyaringan yang demikian, ditetapkan berbagai macam jenis atau bentuk adat dalam kehidupan masyarakat Aceh.

    Jika dilihat dari sisi Syariat, pada umumnya adat-adat yang terbentuk itu bersumber dari Al- Qur’an dan Hadits Nabi. Sehingga adat-adat tertentu yang berlaku di Aceh juga ditemukan di negeri-negeri yang berperadaban Islam lainnya. Namun demikian ada pula adat tertentu yang bisa jadi hanya terdapat di Aceh atau negeri tertentu, karena dibentuk untuk menjawab tantangan yang dihadapi masyarakat setempat. Sebagai contoh adalah “adat peunulang” yang diamalkan (umumnya) oleh masyarakat Aceh Rayeuk dan Pidie.

    Rasulullah  dan Tradisi Jahiliah.

    Sebagai agama yang bijak, Islam tahu bagaimana cara menyikapi tradisi-tradisi yang sudah bercokol pada zaman jahiliyah. Ada tradisi yang perlu diadopsi atau dipertahankan karena memiliki semangat yang sama dengan nilai-nilai Islam, ada yang dimodifikasi karena beberapa isinya tidak lagi relevan, dan ada pula yang dihapus sama sekali karena dianggap bertentangan dengan syariat.

    Rasulullah datang tidak untuk menghapus seluruh budaya Arab pra-Islam. Beliau hanya menghapus yang berbau syirik, maksiat, atau kezaliman, dan melestarikan adat yang sesuai dengan tauhid, prinsip keadilan, dan berakhlak mulia. Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)

    Dalam interaksi ini sedikitnya ada tiga model respon Islam dalam menyikapi tradisi dan budaya masyarakat Arab jahiliyah.

    Pertama, tahmil yaitu Islam menyempurnakan tradisi dan budaya yang sudah dilaksanakan turun temurun oleh masyarakat bangsa Arab. Kedua, taghyir yaitu merubah atau merekonstruksi tradisi dan budaya yang sudah dilaksanakan dengan tata cara yang sesuai dengan syariat Islam, namun inti pelaksanaan tradisi tersebut tetap dilaksanakan dan tidak dilarang. Ketiga, tahrim yaitu Islam melarang dan mengharamkan tradisi yang sudah mapan pada masyarakat Arab jahiliyah yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

    Tiga model sikap Islam terhadap tradisi dan kebudayaan masyarakat Arab jahiliyah, didasarkan pada barometer dari nilai ketauhidan yang menjadi poros ajaran Islam. Dalam bahasa yang berbeda respon Nabi terhadap tradisi jāhiliyyah ada tiga. Pertama, tradisi diakomodasi, baik keseluruhan maupun sebagian. Kedua, tradisi yang secara prinsip tetap dilestarikan dengan sedikit modifikasi di sana-sini. Ketiga, tradisi yang total ditolak atau total dikoreksi.

    Contoh tradisi jahiliyah yang sama dengan nilai-nilai Islam adalah penghormatan terhadap empat bulan haram (asyhurul ḫurum). Rasulullah memperkuat tradisi penghormatan kepada bulan-bulan haram dengan melarang peperangan di dalamnya. Sementara tradisi yang mengalami modifikasi seperti ibadah haji yang sudah eksis sejak zaman jahiliah. Masyarakat Arab menjalankan ritual-ritual ibadah tersebut sebagaimana dijalankan oleh umat Islam sekarang ini, yaitu: talbiyyah, iḥram, wukuf dan lain sebagainya, tapi banyak praktik-praktik yang menyimpang. Di antaranya adalah talbiyyah mereka yang bernuansa syirik dan tawaf secara telanjang. Setelah kedatangan Islam, kemudian ibadah tersebut diteruskan dengan penggunaan istilah yang sama namun telah dibersihkan dari hal-hal yang menyimpang dan berbau syirik. Sedangkan tradisi yang dihapus sama sekali seperti kebiasaan minum khamr, bermain judi, menyembah berhala dan nikah istibdha’ (nikah yang dilakukan untuk sekedar memenuhi hasrat nafsu birahi).

    Sikap bijaksana ini menjadi contoh teladan bagi umat Islam sampai hari kiamat kelak dalam menyikapi budaya lokal dan tradisi yang ada di tengah-tengah masyarakat.

    Adat Aceh yang perlu dilestarikan

    Berikut ini adalah beberapa contoh adat yang islami yang perlu dipelihara dan dikembangkan, khususnya yang berkenaan dengan siklus hidup dan kehidupan bermasyarakat.

    a.    Adat meminang calon isteri:

    Adat ini berhubungan dengan proses menjajaki calon pengantin perempuan oleh perwakilan keluarga pihak laki-laki dan pimpinan adat dari gampung asal keluarga laki-laki. Dalam acara ini, pihak keluarga perempuan juga didampingi oleh pimpinan adat kampung setempat.

    b.   Adat khanduri walimah

    Acara khanduri walimah dalam rangka peresmian pernikahan atau disebut juga keureuja udep, merupakan ajang silaturrahim dan saling tolong menolong dalam keluarga dan kehidupan bermasyarakat. Dalam pelaksanaan khanduri walimah, keluarga inti, kerabat dekat, tetangga, warga se kampung saling berbagi kemudahan untuk mensukseskan khanduri tersebut. Sehingga beban yang awalnya terasa berat dapat dilaksanakan dengan baik dan terasa menjadi ringan.

    c.    Adat Peunulang

    Peunulang merupakan pemberian sejumlah harta tertentu dari orang tua kepada anak perempuannya sesuai dengan kemampuannya. Pemberian ini dilakukan setelah anak perempuannya berkeluarga. Tujuan pemberian harta ini adalah sebagai bentuk pemberian perlindungan bagi anak perempuan, jika suaminya meninggal atau terjadinya perceraian. Peunulang biasanya diberikan dalam bentuk rumah, tanah, kebun atau ternak.

    d.   Adat sunat rasul

    Adat sunat rasul adalah upacara adat yang dilaksanakan dalan rangka khitanan yang dilakukan pada anak laki-laki ketika usianya sudah mencapai usia 10 tahun atau lebih. Dalam adat ini dilakukan khanduri sesuai kemampuan, peusijuek, nasehat dan do’a.

    e.    Adat keureuja mate

    Adat keureuja mate merupakan adat yang dilaksanakan dalam rangka menjalankan fardhu kifayah ketika ada warga yang meninggal dunia. Mulai dari membantu keluarga yang ditinggalkan dengan segala sesuatu yang diperlukan, menjelang jenazah dimandikan, dikafankan, dishalatkan, hingga dikuburkan. Dengan demikian, ahli rumah akan lebih ringan bebannya dalam menghadapi musibah tersebut.

    f.     Adat bertetangga

    Adat bertetangga meliputi antara lain: saling tolong menolong, menjaga ketertiban dan keamanan bersama, berbagi makanan, saling mengingatkan dan sebagainya.

    g.    Adat dua hari raya

    Ketika menyambut hari raya Idil Fitri dan Idil Adha setiap keluarga biasanya menyiapkan berbagai jenis makanan khusus untuk disajikan kepada tamu yang berkunjung. Selain itu juga mengunjungi orang tua, mertua, saudara, guru dan kerabat dekat, serta sesepuh warga.

    h.   Adat bertamu

    Adat bertamu mengatur bagaimana seseorang sepatutnya berperilaku ketika bertamu ke rumah orang lain. Salah satu diantaranya adalah larangan seorang lelaki bertamu ke rumah seseorang, jika di rumah tersebut tidak ada laki-laki yang menjadi mahram dari tuan rumah.

    i.      Adat berpakaian

    Adat ini mengatur tata kesopanan dalam berpakaian, baik di dalam rumah maupun di luar rumah, sesuai dengan tuntunan Islam

    j.     Adat penyelesaian sengketa

    jika terjadi sengketa dalam keluarga atau dalam masyarakat, maka para sesepuh keluarga atau pimpinan adat akan mengupayakan agar dapat terjadinya perdamaian antara kedua belah pihak, baik melalui peumat jaro maupun melalui peradilan adat.

    k.   Adat blang dan adat laot

    Salah satu aspek dari adat blang dan adat laot adalah adanya pantang (tidak melakukan kegiatan) ke sawah dan ke laut pada hari jumat hingga selesainya shalat Jumat. Bahkan dalam adat laot pantangnya dimulai sejak malam jumat. Adat ini bertujuan, untuk memastikan agar ibadah shalat jumat dapat diikuti oleh semua warga

    Penutup

    Memelihara adat yang Islami, merupakan salah satu bagian penting dari upaya memperkuat syariat. Dengan berkembangnya adat yang Islami, maka pelaksanaan dan penerapan syariat juga menjadi lebih kuat. Adat memberi mahar dalam pernikahan, adat gotong royong, adat membangun masjid, adat syukuran dengan tadarrus Al-Qur'an, memberi makan, adat memberi salam, bersilturrahmi, tolong-menolong, memuliakan tamu, adat berpakaian, berbicara, dan bermu’amalah semua itu perlu dilestarikan dalam upaya memperkuat syariat Islam di Aceh.

    Selanjutnya penting juga untuk dijaga dan dikawal agar tidak berkembang kebiasaan yang tidak selaras dengan syariat. Adat minta berkah di kuburan, adat pesta pernikahan bercampur laki-laki dan perempuan, adat ziarah dengan ritual menyimpang, adat sesajen dan semua yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah harus ditolak, meski telah dilakukan secara turun-temurun.

    Memelihara adat Islami bukan hanya kewajiban generasi tua yang sudah lapuk dimakan usia, tapi juga tanggung jawab kita semua khususnya para pemuda dan pelajar untuk memastikan keberlangsungannnya kepada generasi-generasi berikutnya. Karena memelihara adat Islami berarti menjaga warisan Rasulullah ﷺ dan para sahabat, yang merupakan bagian dari kepribadian Islam. Bila umat meninggalkan adat Islami dan menggantinya dengan budaya asing yang bertentangan dengan Islam, maka perlahan-lahan ruh Islam dan jati diri umat akan hilang dari masyarakat. Wallahu A’lam.


    Komentar

    Tampilkan

    • MEMELIHARA ADAT ISLAMI
    • 0

    Jadwal Shalat

    ”jadwal-sholat”