
![]() |
Prof. Muhammad Siddiq Armia, PhD (Guru Besar UIN Ar-Raniry) Email: msiddiq@ar-raniry.ac.id |
Pendahuluan
Sebelum kita membahas lebih
jauh, ada baiknya kita mencoba merujuk pada pengertian dan pemahaman tentang
moral. "Moral" berasal dari bahasa Latin mos/mores,
yang berarti kebiasaan atau norma hidup, dan digunakan untuk merujuk pada
nilai-nilai yang membimbing perilaku manusia dalam masyarakat. Filsuf Romawi
Cicero (106–43 SM) menerjemahkan kata Yunani ethos (kebiasaan atau
watak) ke dalam bahasa Latin sebagai mos/mores, dan dari situlah kata
"moralis" muncul. Kemudian dalam bahasa Prancis Lama dan Inggris Pertengahan
berkembang menjadi "moral". Kebiasaan atau watak manusia dengan
pendekatan Cicero ini bisa berubah standarnya seiring dengan perkembangan
pemikiran manusia.
Dalam terminologi Islam dengan
memakai pendekatan Al-Quran dan
Hadis, para ulama banyak mengaitkan moral dengan istilah akhlaq.
Terminologi akhlaq ini, salah satunya bermunasabah dengan QS. Al-Qalam (68): 4:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ
عَظِيمٍ . Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang
agung." Disamping itu, ada beberapa hadis Nabi
yang menerangkan tentang akhlaq ini, diantaranya hadis:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"إِنَّمَا
بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ"
Artinya:
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
(HR.
Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, Ahmad, dan lainnya — hadis hasan)
Dari dua pendefinisian diatas,
terlihat jelas bahwa standar moral dalam filsafat Barat dan kajian Islam
memiliki perbedaan mendasar. Standar moral/akhlaq dalam Islam cenderung tetap
dan akan terus merujuk pada Al-Quran dan Hadis, sedangkan standar moral dalam
filsafat Barat dipastikan akan berubah tergantung situasi dan keadaan. Fakta
ini salah satunya terlihat di Inggris, pada tahun 1885 tindakan tak bermoral
LGBTQ dianggap sebagai tindakan pidana, yang bertentangan dengan Section 11,
Criminal Law Amendment Act 1885. Tetapi saat ini, tindakan tak bermoral LGBTQ justru
dilindungi secara peraturan perundang-undangan Inggris.
Sedangkan
dalam Islam menekankan pentingnya prinsip-prinsip moral yang kuat sebagai
benteng terhadap tindakan amoral. Al-Qur'an dan Hadis memberikan pedoman yang
jelas mengenai perilaku yang dapat diterima dan yang tidak. Misalnya, dalam QS.
Al-Baqarah: 177, Islam menekankan pentingnya iman, amal saleh, dan kejujuran. Ajaran
Islam yang kuat dapat menjadi penangkal efektif terhadap perilaku amoral.
Dalam konteks
sosial dan budaya, tindakan moral sering kali menjadi topik yang kompleks dan
memerlukan perhatian khusus. Tindakan moral berhubungan erat dengan norma dan
nilai yang dianut oleh suatu masyarakat. Namun, dalam praktiknya, tindakan
moral dapat menimbulkan dilema dan tantangan tersendiri.
Tindakan moral sebagai perilaku yang sesuai dengan standar etika yang diakui oleh
suatu komunitas atau masyarakat. Tindakan moral sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan moral bukan hanya sekadar
teori, tetapi juga memiliki implikasi nyata dalam menjaga keharmonisan sosial.
Pentingnya tindakan moral juga terlihat dalam konteks pendidikan. Pendidikan
moral di sekolah dapat mengurangi perilaku menyimpang di kalangan peserta didik.
Ini menunjukkan bahwa pendidikan moral dapat menjadi alat yang efektif dalam
membentuk karakter individu sejak dini. Selain itu, tindakan moral juga penting
dalam dunia bisnis. Perusahaan yang menerapkan kebijakan etika yang ketat
memiliki tingkat retensi karyawan yang lebih tinggi dan reputasi yang lebih
baik di mata publik.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Tindakan Moral
Tindakan
moral tidak terjadi dalam ruang hampa; ada berbagai faktor yang mempengaruhi
bagaimana seseorang bertindak secara moral. Faktor pertama adalah lingkungan
sosial; dimana individu cenderung meniru perilaku moral orang-orang di
sekitarnya (Bandura: 2015). Sehingga lingkungan sosial dapat mempengaruhi
keputusan moral yang akan dibuat. Ini menunjukkan bahwa lingkungan sosial
memainkan peran penting dalam pembentukan tindakan moral.
Hal ini
senada dengan Hadits Nabi yang berbunyi "Seseorang itu tergantung pada
agama temannya" (الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ) menekankan pentingnya memilih teman dalam
Islam. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Tirmidzi, dan disahihkan
oleh Syaikh Al Albani. Makna dari hadits tersebut adalah bahwa perilaku dan
kebiasaan seseorang cenderung mengikuti atau terpengaruh oleh teman dekatnya.
Kawan disini bisa diartikan lingkungan terdekat dari seseorang, termasuk
lingkungan keluarga, kerabat, dan aparatur gampung sebagai satu kesatuan.
Faktor kedua
adalah pendidikan. Pendidikan moral memiliki pengaruh penting terhadap perilaku
individu. Kurikulum pendidikan yang mengintegrasikan pendidikan moral dan agama
setidaknya dapat meningkatkan kesadaran etis siswa.
Faktor ketiga
adalah media. Dalam era digital, media memiliki kekuatan besar dalam membentuk
persepsi moral masyarakat. Apalagi pengaruh media sosial dengan preferensi
tertentu dapat mempengaruhi algoritma para penggunanya. Sebagai contoh, saat
kita pernah berbelanja produk online tertentu, maka produk sejenis akan terus
menerus dihadirkan oleh algoritma pada beranda media sosial si pengguna.
Strategi
Mengatasi Tindakan Moral yang Tidak Sesuai
Mengatasi
tindakan moral yang tidak sesuai memerlukan pendekatan yang holistik dan
terencana. Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah pendidikan moral
yang berkelanjutan hingga dapat mengurangi tindakan amoral di kalangan masyarakat.
Ini menunjukkan bahwa pendidikan moral yang konsisten dapat menjadi alat yang
efektif dalam membentuk perilaku moral yang positif.
Strategi kedua adalah penerapan kebijakan yang tegas dalam lingkungan kerja. Perusahaan
yang memiliki kebijakan etika yang jelas dan tegas dapat mengurangi insiden
pelanggaran etika. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan yang tegas dapat menjadi
pencegah efektif terhadap tindakan moral yang tidak sesuai.
Strategi
ketiga adalah pemberdayaan komunitas. Komunitas yang diberdayakan memiliki
kemampuan lebih baik dalam mengatasi masalah moral di lingkungan mereka. Dengan
kata lain, pemberdayaan komunitas dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi
tindakan moral yang tidak sesuai.
Penutup
Islam sebagai
benteng tindakan amoral menawarkan panduan yang komprehensif dan relevan dalam
menghadapi tantangan moralitas modern. Dengan mengedepankan prinsip-prinsip
dasar seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab sosial, Islam dapat
menjadi solusi efektif dalam membentuk masyarakat yang bermoral. Namun, upaya
kolektif diperlukan untuk mengatasi tantangan dalam implementasi nilai-nilai
Islam, termasuk melalui pendidikan, kebijakan publik, dan dialog antaragama.
Dengan demikian, Islam dapat terus memainkan peran penting dalam membentuk moralitas
individu dan masyarakat di tengah dinamika global.
Meskipun
Islam menawarkan solusi yang jelas terhadap tindakan amoral, tantangan dalam
implementasinya tetap ada. Salah satu tantangan utama adalah interpretasi yang
beragam terhadap ajaran Islam. Perbedaan interpretasi ini dapat menyebabkan
kebingungan dan bahkan konflik dalam masyarakat. Selain itu, globalisasi dan
pengaruh budaya asing juga menjadi tantangan dalam mempertahankan nilai-nilai
Islam. Namun, dengan pendekatan yang inklusif dan dialog antaragama, tantangan
ini dapat diatasi.
Implementasi
nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dalam berbagai
aspek, mulai dari pendidikan hingga kebijakan publik. Di Indonesia, misalnya,
pendidikan agama Islam menjadi bagian integral dari kurikulum nasional, yang
bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai moral sejak dini. Masyarakat yang
mendapatkan pendidikan agama Islam yang baik cenderung memiliki tingkat
kesadaran moral yang lebih tinggi. Selain itu, kebijakan publik yang
berlandaskan prinsip-prinsip Islam, seperti zakat dan wakaf, juga berkontribusi
dalam mengatasi kesenjangan sosial dan ekonomi, yang seringkali menjadi akar
dari tindakan amoral. Wallahu muwafiq ila aqamuthariq.