
![]() |
Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, Lc.,MA (Imam Besar MRB) |
QS. Al-Isra ayat 55:
Artinya: “Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang (ada) di
langit dan di bumi. Dan sungguh, Kami telah melebihkan sebagian nabi atas
sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Dawud”. (QS. Al-Isra
ayat 55)
Ayat ini
diawali dengan pernyataan bahwa Allah Maha Mengetahui siapa yang berada di
langit dan di bumi. Dalam Tafsir Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa ini menunjukkan
keluasan ilmu Allah yang mencakup semua ciptaan-Nya, baik malaikat di langit,
manusia, jin, maupun makhluk lainnya di bumi. Pengetahuan ini tidak hanya
sebatas siapa mereka, tetapi juga mencakup perbuatan, niat, keimanan, dan
kedudukan mereka di sisi-Nya.
Lanjutan ayat
ini menyebut bahwa Allah telah melebihkan sebagian nabi atas sebagian yang
lain. Dalam Tafsir Al-Baghawi dan Tafsir Al-Qurthubi, dijelaskan bahwa
keutamaan ini bisa berupa mukjizat yang diberikan, keistimewaan syariat yang
dibawa, kedekatan spiritual, serta pengaruh dakwah mereka. Misalnya, Nabi Musa
diberi Taurat, Nabi Isa diberi Injil, dan Nabi Muhammad ﷺ sebagai nabi terakhir yang membawa Al-Qur’an untuk seluruh umat
manusia.
Di dalam Tafsir
Al-Misbah ditjabarkan bahwa perbedaan kedudukan para nabi bukanlah bentuk
ketidakadilan, melainkan bagian dari kehendak dan kebijaksanaan Allah.
Masing-masing nabi memiliki misi yang sesuai dengan kondisi umatnya, sehingga
pemberian keutamaan itu disesuaikan dengan peran dan konteks zaman mereka
diutus. Tidak semua nabi harus sama, karena fungsi kenabian itu beragam.
Dalam ayat ini,
Zabur disebut sebagai bentuk wahyu khusus yang diberikan kepada Nabi Dawud
‘alaihis salam. Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa Zabur adalah kitab suci
yang berisi pujian dan zikir, tidak mengandung hukum-hukum syariat seperti
Taurat dan Al-Qur’an. Ini menunjukkan bahwa wahyu yang diturunkan Allah juga
berbeda-beda sesuai kebutuhan umat pada masanya. Dawud diberikan Zabur sebagai
bentuk keutamaan dan ketenangan bagi Bani Israil pada saat itu.
Ayat ini juga
merupakan koreksi terhadap sebagian kaum musyrik yang meragukan kenabian
Muhammad ﷺ atau mempertanyakan mengapa beliau dipilih
dari kalangan manusia biasa. Allah ingin menegaskan bahwa Dia yang paling tahu
siapa yang layak menjadi nabi. Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa
sebagaimana Allah memilih nabi-nabi terdahulu sesuai hikmah-Nya, maka pemilihan
Nabi Muhammad ﷺ pun adalah keputusan
Allah yang penuh ilmu dan hikmah.
Secara akidah,
ayat ini mengajarkan bahwa kenabian adalah anugerah, bukan hasil usaha manusia.
Maka, manusia tidak boleh iri atau mempersoalkan pilihan Allah. Dari sisi etika
beragama, ayat ini menanamkan rasa hormat terhadap para nabi dan kitab-kitab terdahulu.
Umat Islam diperintahkan untuk mengakui semua nabi yang diutus Allah dan tidak
membeda-bedakan mereka dalam hal keimanan, meskipun sebagian memiliki
keistimewaan lebih dari yang lain. Wallahu al-Musta’an.