
![]() |
Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, Lc.,MA (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman) |
QS. Al-Isra ayat 54:
Artinya: “Tuhanmu lebih mengetahui tentang kamu. Jika Dia menghendaki, Dia akan memberi rahmat kepadamu; dan jika Dia menghendaki, Dia akan mengazabmu. Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi penanggung jawab atas mereka”. (QS. Al-Isra ayat 54)
Ayat ini diawali dengan pernyataan tegas(Tuhanmu lebih mengetahui tentang kamu), Ini menunjukkan bahwa hanya Allah yang benar-benar memahami kondisi batin, niat, dan amal perbuatan setiap manusia. Tidak ada satu pun yang tersembunyi dari ilmu-Nya, baik yang nyata maupun yang tersembunyi. Pernyataan ini menanamkan kesadaran bahwa manusia harus selalu menjaga keikhlasan dan ketulusan, sebab Allah mengetahui hal-hal yang bahkan tidak diketahui oleh manusia itu sendiri.
Kemudian kalimat yang berbunyi (Jika Dia menghendaki, Dia akan memberi rahmat kepadamu; dan jika Dia menghendaki, Dia akan mengazabmu) menunjukkan dua sisi dari sifat Allah: Maha Penyayang dan Maha Pemberi Azab. Ini bukan sekadar ancaman atau harapan, tapi pengingat akan keadilan dan kebijaksanaan Allah. Dia memberi rahmat kepada siapa yang dikehendaki berdasarkan hikmah-Nya, dan mengazab mereka yang layak mendapatkannya karena keingkaran dan kedurhakaan mereka.
Ayat ini juga memberi isyarat penting tentang prinsip dakwah dalam Islam. Allah menyatakan kepada Nabi Muhammad ﷺ: "Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi penanggung jawab atas mereka." Artinya, tugas Nabi hanyalah menyampaikan wahyu dan ajaran, bukan memaksa orang untuk beriman atau menjatuhkan hukuman atas penolakan mereka. Pilihan untuk menerima atau menolak berada di tangan manusia, dan tanggung jawab akhir akan ditentukan oleh Allah pada Hari Kiamat.
Peran kenabian Nabi memiliki batasan dalam kehidupannya. Nabi bukanlah hakim atau penguasa atas hati manusia. Beliau adalah muballigh (penyampai), bukan wakil atau penanggung jawab atas pilihan orang lain. Ini mengajarkan kepada para pendakwah agar tidak merasa frustasi jika dakwah mereka ditolak. Sebagaimana Nabi Muhammad ﷺ pun tidak diminta bertanggung jawab atas iman atau kufur orang lain
Berdasarkan ayat ini, para dai dan pendidik bisa mengambil pelajaran akhlak. Sikap bijaksana, sabar, dan tidak memaksa adalah inti dari metode dakwah yang sesuai dengan sunnah Nabi. Tidak ada paksaan dalam agama, dan manusia harus didekati dengan hikmah dan nasihat yang baik, bukan intimidasi atau kekerasan. Pengetahuan bahwa Allah-lah yang menguasai hati manusia akan mendorong para dai untuk bertawakkal kepada-Nya dalam urusan hasil dakwah. Di samping itu ayat ini mengajarkan keseimbangan antara harapan akan rahmat Allah dan rasa takut terhadap azab-Nya. Seorang mukmin tidak boleh terlalu merasa aman dari azab Allah, juga tidak boleh berputus asa dari rahmat-Nya. Kesadaran bahwa semua berada dalam kehendak dan ilmu Allah akan membuat hati manusia lebih tunduk, rendah hati, dan penuh harap, sembari terus berusaha memperbaiki diri dan mengajak kebaikan kepada sesama. Wallahu al-Musta’an.