
![]() |
Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, Lc.,MA (Imam Besar MRB) |
Surah Al-Isra’
ayat 65:
"“Sesungguhnya
hamba-hamba-Ku, tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka. Dan cukuplah
Tuhanmu sebagai penjaga” (QS. Al-Isra ayat 65)
Sebelumnya dijelaskan bagaimana tipu daya Iblis untuk menyesatkan
manusia dengan berbagai tipu daya kemudian dalam ayat ini, Allah SWT menegaskan
kepada Iblis bahwa ada golongan hamba-hamba-Nya yang tidak akan mampu digoda
oleh tipu dayanya. Mereka adalah para mukmin yang ikhlas serta senantiasa
berlindung kepada Allah SWT dalam setiap urusan. Keteguhan hati mereka dan
kesadaran akan kelemahan diri di hadapan Allah menjadi tameng kuat menghadapi
bisikan setan. Pesan ini menunjukkan bahwa sebesar apa pun makar dan rayuan
setan, ia tidak memiliki jalan terhadap hamba-hamba Allah yang teguh dalam
tauhid.
Menurut para mufasir, kata ‘ibadi’ dalam ayat ini
menunjukkan kemuliaan khusus bagi hamba-hamba yang terjaga (‘ishmah) oleh
Allah. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah para Nabi, Rasul, dan
orang-orang yang bersungguh-sungguh menjaga ketaatan. Mereka bukan makhluk
sempurna tanpa dosa, tetapi Allah membentangkan perlindungan-Nya sehingga
mereka tidak terjerumus dalam kesesatan permanen. Ini mengisyaratkan pentingnya
upaya manusia dalam menjaga iman agar senantiasa termasuk dalam golongan hamba
pilihan itu.
Ayat ini sekaligus menolak sikap putus asa dalam diri seorang
mukmin. Seburuk dan sekuat apa pun godaan, selama seseorang tetap
menggantungkan harapannya kepada Allah, setan tidak akan punya kuasa
terhadapnya. Imam al-Qurthubi memaknai kalimat laisa laka ‘alaihim sultan
bukan berarti Iblis sama sekali tidak bisa menggoda, melainkan ia tidak bisa
menundukkan hingga mereka benar-benar taat dan tunduk kepadanya. Artinya, selama
hati tetap terpaut pada Allah SWT, cengkeraman setan tidak akan mampu
memalingkan mereka dari jalan lurus.
Dalam penutup ayat ini, Allah SWT menyatakan “Cukuplah Rabb-mu
sebagai wakil.” Pesan ini memperlihatkan bahwa penjagaan dan pengawasan
Allah bersifat langsung—tidak perlu wasilah apa pun bagi yang berserah diri.
Wakil (penjaga) berasal dari kata wakalah, yang bermakna menyerahkan dan
mempercayakan. Maka, semakin kuat tawakal seorang hamba, semakin kuat pula
penjagaan Allah SWT terhadap dirinya dari berbagai godaan dan bahaya, termasuk
godaan setan.
Lebih jauh, ayat ini memberi pelajaran bahwa benteng sejati melawan
godaan adalah keikhlasan, tawakal, dan penjagaan hati. Iblis mungkin dapat
menipu akal dan melemahkan semangat, tapi bila hati selalu terpaut pada Allah
SWT, maka tipu dayanya akan terpatahkan. Ini relevan dengan doa Rasulullah agar
hati diberikan keteguhan dalam agama (tsabbit qalbi ‘ala dinik). Maka,
setiap mukmin hendaknya memohon agar dijadikan hamba Allah sejati yang terjaga
dari dominasi dan bisikan setan dan Iblis.
Pada akhirnya, ayat ini mengandung motivasi spiritual bagi kaum
beriman untuk terus memperkuat hubungan dengan Allah. Setan memiliki ruang
upaya untuk menggoda manusia, tetapi tidak akan pernah bisa menguasai mereka
yang istiqamah dan bertawakal. Ayat ini membangkitkan optimisme dan rasa aman
dalam kebergantungan kepada Allah, sekaligus mengingatkan pentingnya usaha
serius menjaga iman agar senantiasa berada dalam lingkar perlindungan-Nya. Wallahu
a’lam bi ash-shawaab.